BANTENRAYA.CO.ID – Takbiran Hari Raya Idul Adha merupakan tradisi yang agung.
Pasalnya takbiran Hari Raya Idul Adha juga pernah diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau.
Dan hal takbiran Hari Raya termasuk ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan seorang muslim.
BACA JUGA: 6 Hal yang Boleh Dilakukan Ketika Sholat dan Tidak Membatalkan Sholat
Namun ada beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan oleh seorang muslim terkait adab melakukan takbiran Hari Raya.
Karena tentunya setiap amalan ibadah memiliki aturan tertentu.
Keutamaan Para Sahabat Nabi
Mengetahui adab dalam melakukan takbiran Hari Raya yang dicontohkan para Sahabat Nabi juga mengingatkan tentang kedudukan para Sahabat.
BACA JUGA: Invasi Jangkrik Mormon, Banyak Jangkrik Sampai Menimbulkan Bahaya Lalu Lintas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku (para Sahabat Nabi), kemudian generasi berikutnya (Tabi’in), kemudian generasi berikutnya (Atba’ut Tabi’in).” (HR. Bukhari no. 3651 dan Muslim no. 2533).
Mengetahui sunnah yang diamalkan para Sahabat Nabi dan ikut mengamalkannya tentunya dapat mempererat kesatuan penganut agama Islam di berbagai sudut Indonesia, tanpa pandang ras atau kasta.
BACA JUGA: Air Terjun Terbalik, Inilah Lokasi dan Penjelasan Terbentuknya
Jenis Takbiran
Perlu dipahami dulu bahwa terdapat dua jenis takbiran Hari Raya.
Yaitu takbir mutlak dan takbir muqayyad.
Takbir mutlak tidak terikat waktu dan bisa diucap kapan saja, sementara takbir muqoyyad diucap ketika setelah shalat fardhu.
BACA JUGA: Sagu, Makanan Pokok Masyarakat Kepulauan Sangihe yang Terancam Tambang Emas
Pendapat terkuat adalah tidak ada takbir muqoyyad saat Idul Fitri, yang ada hanya takbir mutlak yang diamalkan sejak lewat hari terakhir bulan Ramadhan sampai imam sholat Id selesai khutbah.
Sementara ketika Idul Adha, takbir muqoyyad diamalkan setelah Subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah Ashar tanggal 13 Dzulhijjah.
Dan berikut bantenraya.co.id sudah merangkum dari berbagai sumber terkait 6 adab takbiran Hari Raya yang diamalkan oleh para Sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum:
BACA JUGA: 5 Hal yang Seorang Muslim Harus Lakukan Supaya Didoakan Malaikat
1. Tidak Ada Lafadz Takbiran Tertentu
Terkait takbir mutlak atau muqoyyad, keduanya tidak memiliki riwayat lafadz takbiran tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun, terdapat beberapa riwayat dari beberapa sahabat Nabi yang mencontohkan variasi lafadz takbiran.
Diantara riwayat tersebut adalah sebagai berikut:
BACA JUGA: Januari hingga Juni 2023, Damkar Lebak Tangani 18 Kebakaran, Kerugian Mencapai Rp 1,19 M
Takbir Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf)
Riwayat dari beliau ada 2 lafadz takbir:
أ- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
ب- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
Lafadz “Allahu Akbar” pada takbir Ibnu Mas’ud boleh dibaca dua kali atau tiga kali.
BACA JUGA: 4 Kelebihan Kuliah Kelas Karyawan, Disertai Alasan Mengapa Kamu Harus Kerja Dulu Sebelum Kuliah
Takbir Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma (Riwayat Al-Baihaqi)
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ
اللَّهُ أَكْبَرُ، عَلَى مَا هَدَانَا
Takbir Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu (Riwayat Ibnu Hajar Al-Asqalani)
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Hal yang perlu diingat adalah lafadz takbir itu longgar, tidak hanya satu atau dua lafadz.
BACA JUGA: Rekomendasi 6 Makanan yang Menjaga Kesehatan Mata Selain Wortel
Seorang muslim boleh memilih lafadz takbir mana saja yang dia suka.
Bahkan sebagian ulama mengucapkan lafadz takbiran yang tidak ada keterangan dalam riwayat hadits.
2. Tidak Dikomando
Salah satu hal yang menjadi kebiasaan adalah takbiran Hari Raya yang dikomando.
BACA JUGA: Jangan Takut Donor Darah! Manfaatnya Sangat Besar ke Kesehatan
Padahal praktek takbiran tersebut seharusnya dilakukan sendiri-sendiri dan tidak dikomando.
Dan disebutkan juga dalam riwayat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa para sahabat ketika bersama nabi pada saat bertakbir, ada yang sedang membaca “Allahu akbar”, ada yang sedang membaca “laa ilaaha illa Allah”, dan satu sama lain tidak saling menyalahkan. (Musnad Imam Syafi’i: 909).
Riwayat tersebut menunjukkan bahwa takbirannya para sahabat tidaklah seragam.
BACA JUGA: Krakatau Interntional Port Lakukan Pendampingan 3 SDN Jadi Sekolah Adiwiyata
3. Mengeraskan Suara Tapi Tidak Seperti Adzan
Perlu dipahami bahwa praktek takbiran hari raya tidaklah serupa dengan praktek adzan.
Adab dalam adzan menganjurkan muadzin untuk melantangkan suaranya sekeras mungkin.
Oleh karena itu, para juru adzan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Bilal bin Rabah dan Abdullah bin Umi Maktum ‘radhiyallahu ‘anhum ketika hendak mengumandangkan adzan mereka naik, mencari tempat yang tinggi.
BACA JUGA: 6 Tujuan Pernikahan dalam Islam, Penting Diketahui Demi Hubungan Pernikahan yang Langgeng
Tujuannya adalah agar adzan didengar oleh banyak orang.
Namun terkait praktek takbiran Hari Raya, tidak terdapat satu pun riwayat bahwa Bilal atau sahabat lainnya naik mencari tempat yang tinggi untuk takbiran.
Akan tetapi, para sahabat melakukan takbiran dengan suara keras yang hanya disengar oleh beberapa orang di sekelilingnya saja.
BACA JUGA: Ratusan Ikan Pari Terdampar di Pantai, Begini Penjelasan dari DKP Bangka Belitung
Oleh karena itu, akan lebih aman jika melakukan takbir Hari Raya tidak sebagaimana adzan.
Dalam kata lain, tidak perlu mengumandangkan takbiran Hari Raya menggunakan speaker luar masjid.
Karena dua syariat tersebut adalah syariat yang berbeda.
BACA JUGA: Eksistensi Batik Pekalongan Perlahan-lahan Kian Diancam oleh Banjir Rob
4. Tidak Hanya Setelah Sholat Fardhu
Dalam bulan Dzulhijjah, takbir muqayyad disunnahkan diucapkan setelah selesai shalat fardhu.
Tepatnya setelah sholat Subuh tanggal 9 Dzulhijjah, sampai setelah sholat Ashar tanggal 13 Dzulhijjah.
Setelah sholat fardhu, takbir muqoyyad dibaca sebelum dzikir setelah sholat fardhu.
BACA JUGA: 5 Pengidap Penyakit yang Tidak Boleh Makan Pare, Kabar Penting bagi Penggemar Pare
Dari riwayat Ibu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu disebutkan bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah).
Sementara takbir mutlak dibaca setelah dzikir setelah sholat fardhu.
Untuk takbiran yang mutlak sebaiknya tidak dilaksanakan setiap selesai shalat fardhu saja.
BACA JUGA: Fenomena Udang Menyerbu Daratan di Gorontalo Seperti Gerombolan Ulat, Mau Kemana Mereka?
Tetapi yang sunnah dilakukan setiap saat, kapan saja dan di mana saja yang layak disebut nama Allah Ta’ala di situ.
Disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa Imam Ad-Daruqutni meriwayatkan:
“Dulu Abu Ja’far Al-Baqir (cucu Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu) bertakbir setiap selesai shalat sunnah di Mina.” (Fathul Bari 3/389).
BACA JUGA: Resep Membuat Lodeh Kacang Panjang yang Menjadi Resep Lauk Makanan Sederhana Keluarga
5. Bertakbir di Perjalanan Menuju Tempat Sholat Id
Takbir yang sunnah itu dilakukan ketika di perjalanan menuju tempat sholat Id.
Entah ketika berjalan kaki atau di atas kendaraan.
BACA JUGA: 5 Tips Bersabar Menghadapi Ujian Hidup, Bekal untuk Lebih Kuat di Ujian Selanjutnya
Hal tersebut sebagaimana pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak sholat Id ketika Hari Raya Idul Fitri.
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ المصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْرَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya Idul Fithri sambil bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf).
6. Tidak Mengubah Makna Lafadz Takbiran
Kesalahan takbiran Hari Raya yang banyak terjadi adalah ucapan sebagian orang, khususnya dari anak-anak, yaitu “walillah ilham”.
BACA JUGA: Ketua TPPS Kota Serang: Penanganan Stunting Harus Kolaborasi
Hal tersebut tanpa sadar telah mengubah makna takbiran secara fatal, karena lafadz “walillah ilham” berarti “dan bagi Allah lah ilham itu.”
Harusnya yang diucap adalah (ولله الحمد) “walillahil hamd” yang artinya “Hanya bagi Allah-lah segala pujian.”
Maka dari itu, pentingnya edukasi terhadap adab dalam bertakbir Hari Raya, khususnya kepada para muslim yang berusia muda.
BACA JUGA: Perkuat Organisasi dan Pelayanan Darah, PMI Banten Ciptakan Aplikasi Simudah
Itulah 6 adab takbiran yang pernah diamalkan oleh para Sahabat Nabi rodhiyallahu ‘anhum.
Dan Idul Adha 1444 H di Indonesia akan bertepatan pada tanggal 29 Juni 2023.***