Mantan Sekretaris Dindikbud Banten Divonis 1,8 Tahun

1 KASUS SEKRETARIS DINDIKBUD
PUTUSAN: Majelis hakim Pengadilan Tipikor Negeri Serang membacakan putusan kasus korupsi yang menjerat mantan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Rabu (25/5). Foto: DARJAT NURYADIN/BANTEN RAYA

SERANG, BANTEN RAYA- Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten Joko Waluyo, dan Agus Aprianto selaku honorer di Dinas PUPR Pemprov Banten divonis 1 tahun dan 8 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Negeri Serang, Rabu (25/5).

Keduanya terbukti melakukan korupsi dalam proyek studi kelayakan atau feasibility study (FS) pengadaan lahan untuk unit sekolah baru (USB) SMA/SMK di Banten tahun 2018, senilai Rp800 juta.

Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo mengatakan, Joko dan Agus terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi sesuai dengan dakwaan pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 Undang-undang tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Bacaan Lainnya

“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Joko Waluyo dan Agus Aprianto selama 1 tahun dan 8 bulan penjara,” katanya hakim kepada terdakwa disaksikan JPU Kejati Banten Subardi, Rabu (25/5).

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU. Sebelumnya Joko dam Agus dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan penjara. Selain pidana penjara, Joko dan Agus juga dihukum membayar denda uang senilai Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

“Terdakwa Agus diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp347 Juta. Dengan ketentuan apabila uang pengganti tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun dan 3 bulan penjara,” jelasnya.

Slamet mengungkapkan, sebelum menjatuhkan hukuman, majelis hakim telah mempertimbang hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

“Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah yang tengah giat memberantas tindak pidana korupsi. Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan, terdakwa mengakui perbuatannya, tidak pernah dihukum,” tegasnya.

Sebelumnya, dalam dakwaan JPU Joko Waluyo selaku Pejabat Pembuat komitmen (PPK) menyiasati anggaran proyek studi kelayakan atau feasibility study (FS) pengadaan lahan untuk unit sekolah baru (USB) SMA/SMK di Banten tahun 2018 agar tidak dilakukan lelang.

Guna menghindari lelang dengan sengaja memecah paket pengadaan kegiatan jasa konsultasi studi kelayakan atau FS, menjadi paket pekerjaan dengan menunjuk 8 perusahaan konsultan.

Kedelapan perusahaan yaitu PT Konsep Desain Konsulindo, PT Pajar Konsultan, PT Raudhah Karya Mandiri, CV Tsab Konsulindo, PT Tanoeraya Konsultan, PT Javatama Konsultan, CV Mitra Teknis Konsultan, PT Spektrum Tritama Persada.

Padahal, kedelapan perusahaan tersebut tidak pernah mengerjakan sesuai dengan kontrak, dimana seluruh pekerjaan FS dikerjakan oleh terdakwa Agus Apriyanto yang ditunjuk oleh terdakwa Joko Waluyo.

Hal tersebut bertentangan dengan aturan sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

“Oleh terdakwa dipecah menjadi 20 titik, dan kemudian dibuat menjadi 8 paket pengadaan dengan nilai Rp100 juta. Sedangkan metode pengadaannya dilakukan dengan cara penunjukan langsung,” ujar Slamet.

Joko Waluyo selaku PPK meminta Agus Apriyanto, untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan mencari 8 konsultan untuk melaksanakan jasa Konsultasi FS. Namun 8 konsultan tersebut hanya diminta tolong oleh terdakwa Agus Apriyanto atau sekedar pinjam nama saja. Setelah itu, terdakwa Agus Apriyanto mengambil dokumen-dokumen perusahaan untuk dibuatkan administrasi pengadaan dan dokumen kontraknya.

Setelah dokumen lengkap, selanjutnya dibuatkan kontrak antara Joko Waluyo selaku PPK dengan 8 Direktur perusahaan konsultan yaitu terdakwa saksi Agus Faturrohman selaku direktur PT Konsep Desain Konsulindo.

Kemudian, Tri Widyanto direktur PT Pajar Konsultan, Dedi Harfianto selaku direktur PT Raudhah Karya Mandiri, Tabrani selaku direktur CV Tsab Konsulindo, Fadlullah ST selaku direktur PT Tanoeraya KoIsultan.

Selanjutnya, Salman Firdaus Jaya Prawira selaku direktur PT Javatama Konsultan, Ma’mun selaku direktur CV Mitra Teknis Konsultan, Laily Kurniasari selaku direktur PT Spckrum Tritama Persada dengan nilai masing-masing Rp97 juta hingga Rp98 juta.

Terdakwa Agus Apriyanto atas sepengetahuan Joko Waluyo meminta kepada para direktur tersebut untuk menandatangani kontrak dan berita acara pembayaran. Proses penandatanganan dilakukan dengan cara, 5 konsultan didatangi oleh Agus Apriyanto ke kantor masing-masing konsultan, dan 3 konsultan diminta untuk hadir di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten.

Setelah dilakukan pembayaran kepada delapan perusahaan senilai Rp696 juta, Agus Aprianto meminta uang pencairan tersebut. Sebab sesuai perjanjian, kedelapan perusahaan itu hanya dipinjam bendera saja.

Uang itu kemudian digunakan Agus Aprianto untuk membayar ahli sebanyak Rp60 juta, dengan rincian diberikan kepada Susi Andriyani Rp15 juta, saksi Imam Harwapi Rp15 juta, saksi Rinta Kasari Fitri Ayuningtyas Rp15 juta, saksi Okta Rp15 juta.

Uang itu juga digunakan untuk membayar Ketua Tim Ahli Edwin Andriyana Rp80 juta, pembayaran pinjaman yang dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan kepada Rahmad Syahputra Rp110 juta.

Kemudian uang Rp85 juta untuk diserahkan ke PPK sebagai uang ucapan terima kasih. Keperluan sewa mobil Rp50 juta ke Edy. Sementara Rp40 juta sisanya diberikan kepada delapan direktur perusahaan dengan masing-masing Rp5 juta. Perbuatan kedua terdakwa itu menyebabkan kerugian keuangan negara Rp697 juta, sebagaimana hasil perhitungan kerugian keuangan negara.

Usai pembacaan putusan, kedua terdakwa maupun JPU belum memberikan tanggapan atas putusan majelis hakim tersebut. “Pikir-pikir,” kata JPU Kejati Banten Subardi. (darjat)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *