BANTEN RAYA.CO.ID – Memasuki malam ke 15 Ramadan, para ulama dari Mazhab Syafi’i menyarankan agar membaca doa qunut pada Salat Witir setelah Salat Tarawih atau Qiyamul Lail.
Oleh karena itu, doa qunut yang dibaca di malam 15 Ramadan dalam pandangan penganut Mazhab Syafi’i adalah sunah.
Bagaimana dengan pandangan yang lainnya soal penggunaan doa qunut pada Salat Witir di malam ke 15 Ramadan?
Ketua DKM Jabal Nur Perumahan Bukit Cilegon Asri (BCA) Deden Sunandar mengatakan, doa qunut yang dibaca pada salat witir sesuai sunah menurut ulama Mazhab Syafi’i sama dengan bacaan doa qunut pada saat Salat Subuh.
BACA JUGA : Wakil Walikota Cilegon : Cintai Al-Qur’an
“Tapi kalau ada yang mau membaca doa lain sebagai doa qunut pada Salat Witir ya tidak masalah. Seperti doa Qunut Nazilah misalnya, boleh,” ujarnya.
“Kalaupun ada yang tidak ingin menggunakannya, ya itu pendapat masing-masing. Bukan masalah, karena setiap pendapat punya dasar yang berbeda. Kalau kami menganut mazhab Syafi’i, ya kami ikut mengamalkannya,” sambung Deden.
Kapan Baca Doa Qunut Witir?
Deden menjelaskan, berdasarkan pendapat para ulama seperti Ustaz Abdul Somad, doa Qunut Witir dibaca pada separuh bulan Ramadan sesuai rujukan dari pendapat Mazhab Imam Syafi’i.
“Biasanya di malam tanggal 1—14 Ramadan itu tidak ada, nah pada malam 15 Ramadan-nya baru disunahkan,” katanya.
BACA JUGA : Nabi Khidir Digendong Santri Indonesia?
Sementara menurut Mazhab Hanafi dan Hambali, lanjut Deden, sunah membaca qunut pada Salat Witir sudah dilakukan sejak awal Bulan Ramadan.
“Jadi kalau Mazhab Hanafi dan Hambali itu biasanya yang saya ketahui berdasarkan pernyataan beberapa ulama itu ya sudah dilakukan sejak malam pertama Ramadan,” ujarnya.
“Nah kalau Mazhab Maliki itu biasanya setahu saya tidak memakai qunut pada Salat Witir-nya. Sama sekali tidak dipakai doa qunutnya,” lanjut Deden.
Lestarikan Qunutan atau Kupatan
Selain ikut mengamalkan doa qunut pada pertengahan Ramadan, Masjid Jabal Nur Perumahan BCA juga menggelar tradisi Qunutan atau Kupatan.
“Tradisi Kupatan atau Qunutan itu memang sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Banten sebagai wujud syukur telah melewati separuh puasa Ramadan,” terang Deden.
BACA JUGA : Ingin Sehat? Buka Puasa Jangan dengan Sembarang yang Manis
Untuk melestarikan tradisi tersebut, Deden mengaku siap menggelar Qunutan di Masjid Jabal Nur yang dipimpinnya.
“In Syaa Allah, kami adakan Qunutan Kamis malam Jumatnya. Saya ingin masyarakat yang dikenal heterogen di Perumahan BCA bisa mengenal salah satu tradisi masyarakat Banten saat Ramadan,” tuturnya.
Tidak hanya sekadar tradisi, Deden berharap Qunutan bisa menjadi jembatan untuk menjalin silaturahmi bagi warga Perumahan BCA.
“Jadi poinnya ada dua, ya melestarikan tradisi dan juga menjaga silaturahmi. Makanya, saya berharap warga banyak yang hadir pada acara Qunutan ini. In Syaa Allah tidak mengurangi makna dari ibadah Ramadan yang sesungguhnya,” ucapnya.
Riwayat Baca Doa Qunut Witir
Anjuran membaca doa qunut pada Salat Witir ini merujuk pada berbagai riwayat yang shahih. Oleh sebab itu, umat muslim yang mengikuti pandangan mazhab Syafi’i biasanya menambahkan bacaan doa qunut di rakaat Witir terakhirnya.
Bacaan doa qunut pada Salat Witir malam 15 Ramadan ini dibaca setelah ruku atau pada saat i’tidal sebelum melakukan sujud.
BACA JUGA : Nuzulul Qur’an, Jabal Nur Gelar Khotmil
Pembacaan doa qunut pada Salat Witir menggambarkan tata cara Tarawih-Witir pada masa khalifah Umar bin Khattab RA.
Di masanya, Umar bin Khattab merupakan khalifah yang pertama kali memerintahkan rakyatnya menjalankan Salat Tarawih sebanyak 20 rakaat secara berjamaah.
Perkara doa qunut pada masa itu dijelaskan dalam sebuah atsar riwayat Imam Abu Daud berikut:
“Bahwasanya Umar bin Khattab berinisiatif mengumpulkan masyarakat agar Salat Tarawih bersama (dengan imam) yaitu Ubay bin Ka’b, maka beliau Salat Tarawih bersama mereka selama 20 malam, dan beliau tidak berdoa qunut kecuali di separuh yang kedua.”
Berikut doa qunut yang bisa dibaca oleh imam pada rakaat terakhir Salat Witir:
Allahummahdinaa fii man hadait.
Wa ‘aafinaa fii man ‘aafait.
Wa tawallanaa fii man tawallait.
Wa baariklanaa fii maa a’thait.
Wa qinaa syarra maa qadhait.
Fa innaka taqdhii wa laa yuq-dhaa ‘alaik.
Wa innahu laa yadzillu man waalait.
Wa laa ya’izzu man ‘aadait.
Tabaarakta rabbanaa wa ta’aalait.
Fa lakal hamdu ‘alaa maa qadhait.
Wa astaghfiruka wa atuubu ilaik.
Wa shallallaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Artinya:
“Ya Allah, berilah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Dan berilah kami kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau berikan kesehatan. Dan peliharalah kami sebagaimana orang-orang yang telah Engkau pelihara.
Dan berilah keberkahan bagi kami atas segala yang telah Engkau karuniakan. Dan selamatkanlah kami dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukan dikenai hukum.
Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin. Dan tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau.
Maka bagi-Mu segala pujian di atas yang Engkau hukumkan. Aku memohon ampun dari-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu. Dan semoga Allah mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada junjungan kami Nabi Muhammad serta keluarga dan sahabatnya.” *