LEBAK, BANTEN RAYA – Lembaga Adat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak melarang wisatawan untuk menerbangkan drone dan membuat konten di kawasan adat Baduy.
Untuk menegaskan larangan tersebut, pihak lembaga adat juga menetapkan sanksi berupa kurungan 7 bulan dan denda sebesar Rp 5 juta. Kebijakan itu juga sudah tertuang dalam peraturan desa yang terbit pada 13 Juni 2024 tentang Larangan dan Sanksi Menerbangkan Drone dan Penggunaan Ponsel Pintal di Wilayah Ulayat Baduy.
Kepala Desa Kanekes, Oom mengatakan, aturan tersebut terbit berdasarkan kesepakatan setelah para pimpinan melakukan musyawarah atas banyaknya kelalaian yang membuat resah leluhur setempat. Oom meminta ke para pengunjung objek wisata maupun influencer untuk memperhatikan informasi tersebut.
“Ada teguran dari leluhur ke kepala adat, ada kelalaian hingga membuat marwah-marwah leluhur sepertinya terusik sehingga datang menegor kepala suku. Lembaga ada memerintahkan kepala desa untuk membuat aturan larangan tersebut,” kata Oom melalui telepon selulernya, Senin (10/2).
Oom mengungkapkan, pelarangan drone diberlakukan setelah adanya kasus perekaman beberapa rumah dan benda yang seyogyanya tidak boleh sampai terekspose.
Maka, untuk menjaga keistiadatan wilayah Baduy maka diterapkan aturan tersebut. “Drone tidak bisa diterbangkan di wilayah ulayat Baduy. Alasannya karena sebagian rumah rumah mapaun benda lainnya tidak boleh diekspose,” tuturnya.
Sekretaris Desa Kanekes, Medi Marsinun menjelaskan, dalam peraturan desa yang diterbitkan 13 Juni 2024 tentang larangan dan sanksi menerbangkan drone dan penggunaan smartphone di wilayah ulayat Baduy, ada sanksi bagi yang melanggar.
“(Sanksinya) Kurungan 7 bulan dan denda Rp 5 juta, yang bandel menerbangkan drone di wilayah adat Baduy. Itu juga sama (sanksi pembuat konten) dengan kurungan dan nominal dendanya,” terangnya.
Adat Baduy menerapkan larangan bagi pengguna drone maupun pembuat konten lantaran ada beberapa objek yang boleh diekspose atau tidak.
“Di Baduy dalam, itu sudah ada aturannya tidak boleh foto, video apalagi TikTokan. Kita ngambil landasannya dari Perdes Ulayat dan hasil keputusan adat. Di setiap kampung Baduy dalam kan ada rumah adat yang tidak boleh difoto dan tidak, sementara yang manualkan bisa terpandu tapi kalau drone itu semua bisa kena foto bahkan satu desa,” terangnya.
Agar kebijakan itu diketahui, pemdes akan menempelkan sampel atau memberikan imbauan langsung ke pengunjung.
“Makanya kita di setiap pos nyimpen (pamflet) aturan itu supaya setiap tamu lapor ke pos itu dikasih tahu larangan-larangannya. Yang sudah terlanjur dipublikasikan mungkin itu (video) sebelum aturan ini ditetapkan. Namun kita juga datangi melalui akunnya untuk dihapus,” tandasnya.**