Merawat Tradisi di Tengah Gempuran Budaya Asing, Potret Aktivitas Pencak Silat Peguron Sinar Srenggani Ciwedus

Silat
Suasana belajar Silat Cimande Girang di Peguron Sinar Srenggani Ciwedus. (Uri/BantenRaya.Co.Id)

BANTENRAYA.CO.ID – Merawat tradisi budaya pencak silat tidak mudah ditengah gempuran budaya asing dan modern.

Silat sendiri merupakan bagian budaya yang melekat sebagai lambang Kota Cilegon yang terkenal akan budaya pencak silat.

Bahkan, pelestarian pencak silat melalui peguron cukup banyak jumlahnya, meski tentu ada yang konsisten aktif dan sebagian lagi vakum.

Bacaan Lainnya

Di Kota Cilegon sebagai kota dengan multi kultur dan etnis, budaya asing seperti korea, cina, eropa berbagai musik aliran, pergaulan tumbuh subur.

Belum lagi sisi efek teknologi modern seolah juga menggerus budaya dan trasidi yang sudah diwariskan semakin jelas terlihat.

Dengan sebuah kesadaran dan pengabdian, sejumlah kalangan anak muda di Lingkungan Ciwedus, Kelurahan Ciwedus bersama-sama kembali mencoba terus menghidupkan dan melestarikan budaya leluhur yakni pencak silat.

Sebagai sebuah warisan dari para leluluh, maka para pemuda yang digawangi Haris Surahman kembali menghidupkan sebuah peguron atau perguruan silat Sinar Srenggani.

BACA JUGA: Tidak Bertanding Sama Sekali, Atlet Pencak Silat Asal Kamboja di Sea Games Dapatkan Medali Emas

Dimana sebenarnya juga sudah cukup lama vakum puluhan tahun sejak kelahirannya pada 1960 oleh generasi awal.

Aris panggilan Haris Surahman kembali menguatkan tekad pada 2017 untuk kembali membuka peguron.

Melatih pemuda dan puluhan anak-anak di lingkungannya, sekarang hampir memiliki sebanyak 67 anggota dari tingkat SD, SMP, SMA hingga pemuda.

“Sudah sejak 1960 sudah mulai ada dan ini sudah ada 5 generasi yang meneruskan,” katanya disela latihan pada Sabtu 20 Mei 2023.

Berdirinya persilatan (Peguron) pada 1960, resmi terbentuk namanya itu 1991,” lanjutnya.

BACA JUGA: Pencak Silat Borong Medali Emas SEA Games 2023, Indonesia Peringkat Berapa?

Secara legal sudah terdaftar di IPSI awal namanya hanya Srenggani, pada 2017 menjadi Sinar Srenggani,” ucapnya.

Tujuan dirinya kembali menghidupkan pegoron bukan semata karena untuk untuk kehebatan dan jago.

Namun, papar Aris, memang untuk menjaga generasi muda dari pengaruh budaya asing dan gawai yang membawa potensi negatif.

“Jadi jika ada latihan silat maka bisa mengesampingkan itu, terlebih sekarang banyak pergaulan bebas yang negatif termasuk juga supaya tidak terus bermain gadget (gawai-red),” imbuhnya.

Untuk latihan sendiri, jelas Aris, dilakukan setiap Jumat dan Sabtu malam, dengan durasi waktu mulai pukul 09.00 hingga pukul 00.00 WIB.

Silat
Suasana anak-anak belajar silat. (Uri/BantenRaya.Co.Id)

BACA JUGA: Pokmas Purwakarta Libatkan RT dan RW dalam Program Salira, Segini Alokasi Anggarannya

“Malam sabtu (Jumat malam) dan malam Minggu (Sabtu malam), kalau malam Satu itu sampai pukul 22.00 WIB, kalau malam Minggu sampai larut bisanya,” ujarnya.

Untuk aluran sendiri, terang Aris, sejak dahulu diajarkan para pendahulu yakni Tjimande Girang, dengan sebanyak 16 jurus.

“Cimande Girang bukan yang Hilir, ini karena dari dulunya juga itu yang diajarkan,” terangnya.

Saat ini, papar Aris, karena Cimande Girang hanya buah dan jurus saja.

Sekarang bersama dengan pengurus Peguron Sinar Srenggani mengambangkan kembangnya, sehingga bukan saja jurus tapi bisa juga turun dikalangan atau kendang.

BACA JUGA: Gerakan Gotong Royong Warga Dominan, Pagar Makam Masih Jadi Favorit Pembangunan Salira Kelurahan Samangraya

Kendang sendiri merupakan perpaduan antara musik dan jurus silat yang menjadi tarian sehingga selaras dengan musik.

“Ini cukup sulit, karena kalau jurus saja itu kan kaku, makanya masih terus dikembangkan kembangnya untuk dikalangan,” katanya.

“Sebab, Cimande ini hanya punya buah dan jurus saja, tidak ada kembang,” paparnya.

Awal kembali menghidupkan peguron, jelas, Aris cukup punya banyak tantangan.

Sebab, tidak semua orang tua memberikan izin.

BACA JUGA: Pembangunan Salira Kelurahan Cibeber Dimulai, Ini Pesan Kepala Bappedalitbang Cilegon

Silat
Dua pesilat dari Peguron Sinar Srenggani duel golok. (Uri/BantenRaya.Co.Id)

Namun, sekarang dengan benar-benar konsisten merawatnya, maka banyak orang tua yang akhirnya menyadari.

Pentingnya terus menjaga kelestarian budaya sembari menghilangkan aktivitas negatif anak di rumah dan pergaulan saat malam libur.

“Dari pada anak ngeluyur tidak jelas, dan yang umur SD sudah mahir main gawai, maka kami sadar sebaiknya dialihkan ke hal positif, itu saja tujuan saya,” imbuhnya.

Sementara itu, Pembina Peguron Sinar Srenggani Abah Baidowi menyatakan, nama Srenggani sendiri diambil dari nama sebuah bunga yang banyak tumbuh di Kampung Ciwedus dahulu yakni Senggani.

Dalam istilah juga bisa disamakan dengan serangan gagah berani menurut orang tua dulu.

BACA JUGA: Pokmas Geber Lagi Salira, Bappedalitbang Cilegon Minta Hal Ini Dilakukan

“Mulai ada dari dulu karena ini bisa dibilang generasi ke 5. Sempat vakum puluhan tahun dan Alhamdulillah sekarang ada Aris yang jalan lagi sampai sekarang,” ujarnya.

Hal sama disampaikan, Penasihat Peguron Sinar Srenggani Munir, jika semua dilakukan atas dasar keikhlasan untuk menjaga kelestarian budaya silat.

Tidak ada pungutan biaya semuanya dilakukan dengan tanggung jawab moral bersama menjaga tradisi karena jika tidak maka akan hanya tinggal nama saja.

“Alhamdulillah, jika ada yang menganggap (mengundang) untuk pentas juga tidak ditarif untuk masyarakat disini, jadi sekalian juga untuk uji mental anak-anak di publik,” katanya.

“Kami berharap semoga ini bisa terus bersama dijaga,” pungkasnya. ***

Pos terkait