SERANG, BANTENRAYA- Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang kembali melakukan pemanggilan saksi-saksi terkait dugaan korupsi Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) dan Bantuan Operasional Sekolah Nasional (Bosnas) di Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon senilai Rp89,141 miliar, Kamis (30/9/2021).
Dalam pantauan Banten Raya, penyidik Kejari Serang memanggil Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten Dwi Sahara. Sekitar pukul 13.00, Dwi didampingi bawahannya datang ke Kejari Serang, dan selesai diperiksa sekitar pukul 16.30.
Kepala Seksi (Kasi) Intelejen Kejari Serang Mali Diaan mengatakan, Dwi sudah ketiga kalinya dipanggil penyidik. Namun pada dua panggilan sebelumnya, Dwi tidak membawa berkas yang dibutuhkan penyidik. “Ini yang ketiga kalinya. Kemarin tidak diperiksa karena tidak membawa berkas,” katanya kepada Banten Raya.
Menurut Mali, pemeriksaan terhadap Sekretaris BPKAD Provinsi Banten, Dwi Sahara lantaran pada 2019, dirinya menjabat juga sebagai pelaksana tugas (Plt) Kepala BPKAD Provinsi Banten. “Kita ingin menanyakan soal penganggarannya,” ujarnya.
Sejauh ini, Mali mengungkapkan, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap 26 saksi, mulai dari Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Serang Cilegon, kepala SMK dan SMA. “Hasil penyelidikan, unsur melawan hukumnya sudah ada,” ungkapnya.
Untuk diketahui, perkara dugaan korupsi bantuan untuk sekolah tersebut dilaporkan oleh masyarakat pada akhir 2020 lalu. Dalam laporannya, alokasi bosnas untuk tiga daerah tersebut senilai kurang lebih Rp23,145 miliar. Bosnas tersebut dialokasikan untuk 15 SMK dan SMA di wilayah Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Serang dan Cilegon (Seragon).
Jumlah siswa yang ada di 15 SMK dan SMA KCD Seragon tersebut berkisar 14.432 orang. Masing-masing siswa SMK menerima bantuan senilai Rp1,6 juta. Sedangkan siswa SMA Rp1,4 juta. Sementara, anggaran untuk bosda ditahun tersebut Rp65,996 miliar. Dana puluhan miliar tersebut diperuntukan untuk kurang lebih 16.500 siswa di 15 SMA dan SMK Seragon.
Masing-masing siswa SMK menerima bantuan senilai Rp4 juta. Sedangkan siswa SMA senilai Rp3,6 juta. Dalam laporannya, pelapor menduga terdapat data yang tidak sesuai antara siswa sebenarnya di sekolah dengan data KCD Pendidikan Seragon. Jumlahnya lebih dari dua ribu orang.***