BANTENRAYA.CO.ID – Sayembara desain pakaian jenis batik bagi jemaah haji Indonesia ramai peminat.
Sayembara desain batik haji Indonesia diselenggarakaan oleh Kementerian Agama.
Antusiasme para peserta cukup tinggi, ditandai dengan jumlah pendaftar yang sangat banyak.
BACA JUGA : Masa Tinggal Jemaah Haji Selama Menunaikan Ibadah Haji di Makkah Bakal Diperpendek
“Alhamdulillah, sampai dengan penutupan pendaftaran, total ada 422 peserta yang mendaftar sayembara desain batik haji Indonesia,” terang Direktur Pelayanan Dalam Negeri Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Saiful Mujab dalam rapat Dewan Juri di kantor pusat Kementerian Agama Jakarta.
Dikutip Bantenraya.co.id dari kemenag.go.id, Kamis 14 September 2023, pendaftaran sayembara desain batik haji Indonesia dibuka secara online dari 25 Agustus hingga 6 September 2023.
Saat ini, sayembara sudah memasuki tahap penjurian. Ada lima dewan juri yang terlibat, yaitu: Eny Retno Yaqut Cholil Qoumas (Penasihat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama), Yufie Safitri (Owner, Designer and Creative Director), Irna Mutiara (Fashion Designer), Monika Jufry (Creative Director), dan Komarudin Kudiya (Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia).
BACA JUGA : Sebelum Pelunasan, Jemaah Haji Wajib Berangkat ke Kota Makkah 2024 Harus Patuhi Istithaah Kesehatan
“Tahap berikutnya adalah penilaian oleh dewan juri. Mereka akan melakukan penilaian mulai dari originalitas desain, komposisi desain, estetika, termasuk kerumitan dalam proses produksi. Sebab, batik ini nantinya akan dibuat dalam rupa batik cap yang diproduksi oleh UMKM,” sebut Saiful Mujab.
Identitas Indonesia Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media, Komunikasi Publik, dan Teknologi Informasi Wibowo Prasetyo yang juga hadir dalam rapat ini mengatakan, desain batik haji Indonesia yang saat ini sudah digunakan lebih dari 10 tahun. Sayembara desain batik digelar tidak semata untuk mengganti desain, tapi juga mengusung semangat baru penyelenggaraan haji di Indonesia.
“Gus Men selalu menegaskan pentingnya semangat baru dalam penyelenggaran ibadah haji. Desain batik menjadi salah satu prosesnya dan itu harus menyuarakan terobosan. Desainnya harus lebih bagus dan lebih Indonesia,” sebut Wibowo Prasetyo.
BACA JUGA : KKM 38 Uniba Hidupkan Kembali Madrasah Al-Muhajirin yang Telah Lama Tidak Beroperasi
“Desain batik haji Indonesia harus bisa mencirikan keindonesiaan dan menjadi identitas jemaah. Orang kalau melihat dari jauh, sudah bisa tahu kalau itu jemaah Indonesia. Ini juga akan memudahkan petugas saat membantu jemaah yang mendapat kendala di lapangan,” sambungnya.
Selain keindonesiaan, penggantian seragam batik jemaah haji Indonesia mengusung semangat untuk mengikutsertakan perajin batik, khususnya kalangan UMKM. Nantinya, proses produksi batik ini tidak dilakukan secara printing (cetak), tapi cap.
“Perubahan desain batik ini harus memberikan dampak pada geliat ekonomi perajin batik cap yang rata-rata adalah UMKM,” tegasnya.
BACA JUGA : Sembuh, 10 Jemaah Haji yang Dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi Pulang ke Tanah Air
Tantangan Produksi Hal senada disampaikan oleh Eny Yaqut Cholil Qoumas. Menurutnya, ada tiga tantangan dalam proses pergantian batik jemaah haji.
Pertama, sayembara harus dapat memberikan efek bagi peningkatan ekonomi bisnis perajin batik UMKM Indonesia. “Batik cap yang disayembarakan ini agar bisa diproduksi sebagai batik cap, tidak printing. Kita ingin sekali mengangkat perajin batik cap di manapun berada. Kita berharap batik cap bisa diproduksi secara masal dengan baik,” sebutnya.
Kedua, kata Eny, batik haji yang sejak 10 tahun terakhir digunakan adalah batik printing (cetak). “Nah, sekarang kita ingin mengangkat perajin batik dari kalangan UMKM. Nanti yang produksi juga para perajin,” sebutnya.
BACA JUGA : Buruan Daftar, Kemenag Segera Buka Seleksi Petugas Haji 2024, Petugas Haji 2023 Dievaluasi
Namun pemilihan batik cap ini bukannya tanpa kendala. Menurut Eny, kalau diproduksi dengan cap, batik berpotensi tidak sama persis. Ini menjadi tantangan dalam proses produksi agar hasilnya nanti bisa relatif sama.
Sebab, kalau dalam proses produksi batik cap, komposisi warna yang berbeda saja bisa menghasilkan batik yang berbeda pula. “Monitoring berkelanjutan diperlukan. Proses produksinya harus dikawal agar hasilnya sama,” tandasnya. ***