Sejarah Hari Santri Nasional: Kiprah Kaum Sarungan dengan Resolusi Jihad sebagai Tombak Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Instagram @santrigraph
Sejarah hari santri nasional, antara ulama, santri dan Resolusi Jihad. (Instagram @santrigraph)

BANTENRAYA.CO.ID – Peringatan Hari Santri nasional setiap tahunnya diselenggarakan setelah penetapannya pada 2015 kemarin.

Adanya peringatan Hari Santri nasional tak lain adalah untuk mengingat peran penting kaum santri dan ulama bagaimana menegakan kemerdekaan Indonesia secara utuh.

Di umur kemerdekaan Indonesia yang baru seumur jagung tepatnya setelah peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia langsung dihadapkan masalah baru yang timbul dari tantara sekutu.

Bacaan Lainnya

Hal inilah yang menjadi cikal bakal keluarnya maklumat Resolusi Jihad dari ulama dan ditetapkannya sebagai Hari Santri nasional di kemudian hari.

BACA JUGA: Sharp Purefit, Penjernih Udara yang Diklaim Lebih Efektif Lumpuhkan Virus Hingga 210 Persen

Berikut sejarah singkat menganai terbentuknya Hari Santri nasional yang dikemas bantenraya.co.id dari berbagai sumber.

Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, di mana ditandai dengan pembacaan teks Proklamasi oleh Ir.Soekarno sebagai bentuk konkrit terbebasnya bangsa Indoensia dari belenggu penjajah.

Seiring berjalannya waktu sesuai Proklamasi, bangsa Indonesia masih dihadapkan tantangan dari pihak sekutu yaitu Inggris.

Kekalahan Jepang di perang dunia ke dua, membuat Inggris datang ke Indonesia pada 29 September 1945 di bawah komando Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

BACA JUGA: Mengenal Pondok Pesantren Terbaik di Jember Paling Legendaris dan Terkenal

Semula pihak Inggris datang ke Indonesia hanya ingin mengevakuasi interniren, membabaskan tawanan hingga melucuti dan memulangkan tantara Jepang.

Mendengar permohonannya itu, Indonesia mengabulkan namun dengan catatan tidak ada pihak Belanda yang menyusup.

Pemerintah Indonesia waktu itu menyetujui karena berpikir bahwa dengan begitu pengakuan kemerdekaan dan sebagai negara pemenang perang dunia ke dua bisa diterima oleh pihak sekutu, mengingat Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaanya.

Namun sayangnya, respon baik Indonesia malah dihianati. Hal ini terbukti dengan pasukan Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) diam-diam menyelundupkan pasukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) ke tanah air.

BACA JUGA: Bukan Kaleng-Kaleng, Ini Pesantren Kharismatik di Jombang Didirikan Oleh Mustasyar NU

Gerak-gerik penyelundupan pasukan Belanda itu mulai tercium oleh bangsa Indonesia yang mengakibatkan para laskar di berbagai daerah bersiap-siap angkat senjata manakala terjadi pertempuran.

Situasi dan kondisi dalam negeri yang mulai memanas, akhirnya Bung Karno mengutus bawahannya untuk datang ke pondok pesanteren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur demi bertemu dengan KH. Hasyim Asy’ari.

Di sana diberitakan melalui utusannya, Bung Karno meminta pendapat kepada KH. Hasyim Asy’ari mengenai hukum membela negara Indonesia, yang notabene bukanlah negara agama. Hal ini dilakukan Soekarno karena situasi dalam negeri yang terlihat goyah setelah penyelundupan tantara Belanda yang dilakukan sekutu Inggris.

Ditambahkan pula, Soekarno menyampaikan kegundahannya bahwa sampai Oktober 1945 belum ada negara lain yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

BACA JUGA: Makna Hari Santri di Mata Walikota Serang Syafrudin

Hal tersebut terjadi, karena Belanda menyebarkan propaganda yang berisikan bahwa Indonesia adalah negara fasisme Jepang.

Mendengar permasalahan dalam negeri, KH. Hasyim Asy’ari mengumpulkan konsul-konsul Nahdlatul Ulama (NU) di berbagai daerah untuk berkumpul di markas Ansor Nahdlatul Ulama di Surabaya pada 21 Oktober 1945,

Pada 22 Oktober 1945, terbentuklah kesepakatan dari kalangan tokoh NU itu yang memerintahkan bahwa mempertahakan kemerdekaan Indonesia adalah suatu kewajiban untuk siapa saja. Kesepatan itu dikenal dengan Resolusi Jihad.

Resolusi Jihad yang baru dikeluarkan, dengan cepat langsung menyebar ke berbagai daerah terutama di Surabaya dan disambut gegap gempita oleh rakyat pada waktu itu.

BACA JUGA: Baca Doa Penyesalan atau Istighfar Nabi Adam Ini, Insya Allah Bisa Jadi Obat Paling Mujarab

Dampak berhembusnya Resolusi Jihad sangat terasa ketika meletusnya perang di Surabaya antara rakyat melawan pasukan Brigade 49 Sekutu dibawah pimpinan Brigjen AWS Mallaby pada tanggal 27, 28 dan 29 Oktober 1945.

Hal itu juga dilandasi oleh kemarahan rakyat Surabaya, yang mana sekutu telah menduduki objek-objek vital seperti kantor Polisi, lapangan terbang Tanjung Perak sampai penjara Bubutan.

Kemarahan rakyat Surabaya makin memuncak ketika pihak Inggris menyebarkan pamphlet berisi ultimatum yang mengharuskan rakyat Surabaya untuk menyerahkan senjata hasil rampasan penjajah kepada pihak sekutu.

Ultimatum tersebut memiliki konsekuensi berat, jika melanggar maka hukumannya adalah mati.

BACA JUGA: Baca Doa Ini Jika Mautmu Ingin Husnul Khotimah Sehingga Mati dengan Indah

Selama tiga hari penuh, rakyat Surabaya beserta kaum santri terlibat pertempuran melawan pasukan AWS Mallaby di banyak tempat seperti, Jembatan Merah, Wonokromo, Waru, Buduran dan daerah-daerah lain di Surabaya.

Pertempuran itu, membawa rakyat Surabaya pada titik kemenangan dan menyebabkan jenderal terbaik Inggris (Mallaby) itupun tewas.

Pada hari-hari berikutnya, Resolusi Jihad terus digelorakan untuk membakar semangat juang para rakyat Surabaya hingga sampai pada puncak pertempuran 10 November 1945.

Nyatanya isi Resolusi Jihad sendiri mampu membentuk para laskar baru dikalangan pemuda NU dalam hal ini adalah Sabilillah setelah acara Muktamar Umat Islam Indonesia yang diselenggarakan partai Masyumi pada 7-8 November 1945 di Yogyakarta.

BACA JUGA: Doa Mandi Wajib Pria Sesuai Sunnah, Lengkap dengan Tata Caranya

Terdapat perbedaan antara laskar Sabilillah dengan Hizbullah, di mana untuk laskar Sabilillah adalah hasil bentukan para kyai desa dan memiliki sistem yang kurang terorganizir.

Sedangkan laskar Hizbullah adalah pasukan bentukan kesepakatan antara tantara Jepang dengan para ulama dan mereka memiliki bekal militer yang cukup memadahi.

Meski begitu, kedua laskar itu sama-sama bergerak mempertahankan kemerdekaan Indonesia seperti pada pertempuran besar 10 November dengan satu background yang sama yaitu pemuda islam dari NU.

Melihat pengaruhnya yang begitu massive, akhirnya pemerintah memutusakan Resolusi Jihad sebagai peristiwa penting dan ditetapkan sebagai hari santri nasional yang jatuh setiap tanggal 22 Oktober. ***

Pos terkait