BANTENRAYA.CO.ID – Viral video Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten Ati Pramudji kabur saat dikonfirmasi wartawan terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang pengadaan makanan minuman (mamin) di RSUD Labuan dan RSUD Cilograng.
Diketahui, wawancara wartawan kepada Ati dilakukan pada Senin (19 Mei 205), usai menghadiri acara di Pendopo Gubernur, KP3B.
Dalam video tersebut terlihat sejumlah wartawan menanyakan soal temuan LHP BPK atas LKPD Pemprov Banten tahun anggaran 2024, dimana ada temuan pengadaan makan minum di Dinkes Banten.
Ati tampak menghindar dan sibuk memainkan ponselnya, dan menghubungi seseorang di ponselnya.
Warga Sukadana Kasemen Kota Serang Pasang Spanduk Penolakan Relokasi
Ati juga menjawab dengan nada tegang pertanyaan wartawan. “Kamu enggak tahu apa-apa, jangan bilang sekarang, nanti bisa ditunggu, tanya saja inspektorat.
Semuanya sudah selesaikan, inspektorat semua,” kata Ati kepada wartawan, seraya pergi terburu-buru.
Sementara itu ketika dikonfirmasi ulang, Ati mengatakan bahwa kelebihan pembayaran senilai Rp251 juta sudah ditindaklanjuti oleh pihak penyedia, bahkan sebelum Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK diterbitkan.
“Ya itu memang ada kelebihan pembayaran dari penyedia sebesar Rp251 juta saat baru nota hasil pemeriksaan (NHP).
Permukaan Kali Banten Tertutup Eceng Gondok dan Rumput
Artinya belum LHP saja itu sudah ditindaklanjuti oleh penyedia. Jadi sebelum LHP pun sudah dikembalikan,” kata Ati, Kamis (22 Mei 2025).
Terkait temuan produk makanan yang hampir kadaluarsa, Ati menjelaskan bahwa, ada dua jenis produk yang masa kedaluwarsanya mendekati saat dilakukan pemeriksaan.
Namun, sesuai rekomendasi BPK, penyedia sudah mengganti produk tersebut.
“Terkait itu juga sudah ditukar oleh penyedia. Ada dua jenis produk yang saat diperiksa itu belum kadaluarsa, tapi hampir, di bulan Mei dan Juni.
Dua Wanita Selundupkan 3 Kilogram Sabu di Celana Dalam
Arahan BPK agar ditukar di minggu kedua dan ketiga, dan itu sudah dilakukan,” tegasnya.
Ati juga menanggapi soal dasar pengadaan makanan kering di tengah belum beroperasinya dua rumah sakit tersebut.
Ia menjelaskan, pengadaan itu dilakukan berdasarkan rencana operasional rumah sakit yang masuk dalam RPJMD 2024.
“Tahun 2024 itu rumah sakit seharusnya sudah operasional. Bahkan, Pj Gubernur memerintahkan kegiatan pelayanan atas permintaan masyarakat.
Ubaidillah, Tekuni Kaligrafi Sejak Sekolah
Maka kami jalankan bakti sosial mulai Agustus 2024 dengan tenaga dari RS Malimping dan RSUD Banten,” jelasnya.
Pengadaan makanan sendiri, lanjut Ati, dilakukan untuk mendukung kegiatan tersebut dan disesuaikan dengan rencana operasional rumah sakit.
Meski pada akhirnya ada perubahan kebijakan rekrutmen dari pusat yang membuat operasional tertunda.
“Mamin itu kami belikan makanan kering dengan masa kedaluwarsa panjang, hingga Februari 2026. Di kontraknya juga sudah jelas, jika ada yang kadaluarsa, penyedia wajib mengganti,” ujarnya.
Warga Sukadana Kasemen Kota Serang Pasang Spanduk Penolakan Relokasi
Ia menegaskan bahwa, pengadaan makanan di tahun 2024 sudah sesuai kebutuhan pada masa itu, dan untuk tahun 2025 ini, Ati mengaku tidak lagi menganggarkan makanan kering karena masih tersedia dari pengadaan sebelumnya.
“Kami pastikan semua sudah ditindaklanjuti. Untuk susu UHT misalnya, itu termasuk makanan kering karena tahan lama dan tidak butuh kulkas.
Yang disebut basah itu seperti lauk dan sayur, dan itu tidak kami beli,” tegasnya.
Sebagai informasi, sebelumnya BPK RI dalam laporan hasil pemeriksaannya menemukan pengadaan mamin senilai Rp1,89 miliar yang dilakukan saat kedua rumah sakit tersebut belum mulai beroperasi.
BNI Raih Penghargaan CIO of the Year di ASEAN Fintech Awards 2025, Perkuat Komitmen Transformasi
Belanja dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten melalui dua rekanan, yakni CV DPS dan CV PBS.
Tak hanya pengadaan yang dinilai prematur, BPK juga mencatat adanya bahan makanan dengan masa kedaluwarsa yang dekat.
Salah satu produk yang disorot adalah susu UHT yang tercatat akan kedaluwarsa pada Juni 2025, sementara hingga kini belum ada layanan pasien yang berjalan di kedua rumah sakit tersebut.
Selain itu, BPK juga menyebut jika adanya markup harga dalam pengadaan tersebut. Di mana, terdapat selisih harga kontrak dengan harga pasar yang nilainya mencapai Rp251,7 juta. (raffi)