BANTENRAYA.CO.ID – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Banten meminta kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tidak berada di atas 10 persen.
Kenaikan 10 persen saja menurut Apindo Banten merupakan sebuah kenaikan yang melambung.
Ketua Apindo Provinsi Banten Yakub Ismail mengatakan, dalam setiap pembahasan UPM tidak pernah ada sejarahnya turun.
Setiap tahun upah buruh selalu mengalami kenaikan dengan persentase yang menyesuaikan dengan kesepakatan antara dunia usaha, pekerja, dan pemerintah daerah.
309 Surat Suara Pilgub Banten dan Pilkada Kota Serang Rusak Dibakar
“Harapan kami kenaikan UMP tidak melambung, karena harus dipertimbangkan juga kemampuan dunia usahanya,” kata Yakub.
Yakub menuturkan, ekspektasi dunia usaha juga sebetulnya ingin agar upah naik sehingga buruh menjadi Sejahtera.
Namun, ekspektasi harus melihat realitas atau fakta di lapangan bagaimana kondisi dunia usaha. Apalagi, dunia usaha ada yang padat modal dan ada yang padat karya.
“Ada kemampuan, ada kemauan. Semua harus diukur dulu,” katanya.
Ratusan Kader PKS Flashmob Promosikan Budi-Agis
Yakub menuturkan, hingga saat ini pengusaha masih menunggu regulasi dari pemerintah pusat yang akan menjadi acuan bagaimana memformulasikan UPM tahun 2025.
Sebab hingga saat ini pemerintah belum mengeluarkan aturan teknis tentang bagaimana memformulasikan UMP 2025.
Gugatan buruh ke Mahkamah Konstitusi yang kemudian menghasilkan putusan mengabulkan sebagian sehingga MK membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan,
salah satu poin pentingnya adalah membatalkan formulasi upah yang sebelumnya digunakan semasa kepemimpinan Presiden Jokowi.
Airin Bikin BLK Mobile, Andra Bikin Food Station
Sayangnya, setelah putusan MK aturan rinci tentang pengupahan belum dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan RI.
“Sebelumnya katanya menunggu lawatan Pak Prabowo. Sekarang sudah selesai lawatan tapi belum ada juga. Mungkin masih dibahas,” katanya.
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar membenarkan bahwa hingga saat ini aturan tentang upah masih belum dikeluarkan pemerintah.
Karena itu, Pemerintah Provinsi Banten hingga saat ini masih menunggu aturan berkaitan dengan itu.
Budi-Agis Bakal Kembangkan Wisata Unggulan di Kecamatan Kasemen
“Kami masih nunggu,” katanya.
Meski demikian, sambil menunggu aturan, pihaknya juga akan membuka dialog dengan sejumlah pihak terkait, misalnya buruh dan pengusaha.
Dalam waktu dekat ada agenda untuk berdiskusi dengan para buruh untuk membahas tentang upah.
Al Muktabar mengatakan, pada dasarnya pemerintah daerah akan mengupayakan agar kenaikan upah tidak memberatkan salah satu pihak dari dua pihak yang berkepentingan, yaitu pengusaha dan buruh.
Airin Ajak Masyarakat Kabupaten Serang Berdemokrasi dengan Hati Nurani
Sebab bila kenaikan upah terlalu tinggi, maka dunia usaha kemungkinan akan merasa keberatan. Sementara bila kenaikan buruh terlalu kecil akan membuat buruh tidak bisa hidup dengan lebih baik.
“Maka kita harus menemukan titik ekuilibrium, titik keseimbangan,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Riden Hatam Aziz mengatakan, buruh yang ada di Provinsi Banten meminta pemerintah daerah menaikkan upah tahun 2025 sebesar 11,5 persen.
itu, buruh juga meminta agar formulasi perhitungan untuk menetapkan UMP/ UMK dikembalikan seperti pada saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan memasukkan variabel kebutuhan hidup layak atau KHL.
KUB Bank Banten dan Bank Jatim Alot
Riden mengatakan, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan buruh terhadap Undang-undang Cipta Kerja,
maka penghitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) dikembalikan pada mekanisme sebelumnya.
Salah satunya adalah memasukkan komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penghitungan UMP dan UMK. Selain dua faktor lainnya yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Jadi, ada tiga faktor penentu upah, yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan Kebutuhan Hidup Layak atau KHL,” ujar Riden. (tohir)