Bos Apotek Gama Diperiksa Penyidik

Bos Apotek Gama Diperiksa Penyidik
OBAT RACIKAN: BPOM Serang memperlihatkan obat kemasan yang disita dari Apotek Gama, saat jumpa pers, Senin (6 Januari 2025).

BANTENRAYA.CO.ID – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memeriksa bos atau pemilik

Apotek Gama Eddy Mulyawan Martono dan sejumlah saksi lainnya, dalam kasus dugaan penjualan obat-obatan racikan tanpa resep dokter yang dapat membahayakan bagi kesehatan.

Kepala Balai Besar POM Serang Mozaja Sirait membenarkan jika PPNS telah memeriksa sejumlah saksi,

Bacaan Lainnya

terkait tindak lanjut temuan sekitar 400 ribu butir obat dengan 60 item jenis obat di Apotik Gama Kota Cilegon.

Pemkot Serang Tunggu Intruksi Pusat Terkait Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis

“Tujuh orang (telah diperiksa oleh BPOM),” kata Mozana saat dikonfirmasi Banten Raya melalui sambungan telpon selulernya, Selasa (7 Januari 2025).

Mozaja menjelaskan, ketujuh saksi yang telah diperiksa salah satunya adalah pemilik Apotek Gama Eddy Mulyawan Martono, serta sejumlah karyawan yang diduga mengetahui obat-obatan tersebut.

“Karyawan apotek, Apoteker dan pemilik (Eddy Mulyawan Martono),” jelasnya.

Kuasa Hukum Apotek Gama Rahmatullah Jupri mengatakan jika pemilik apotek ternama itu diperiksa penyidik PPNS Balai BPOM terkait dugaan penjualan obat racikan atau setelan berbahaya di Apotek Gama Cilegon.

Pj Walikota Serang Nanang Saefudin Resmikan Mushola di Pasar Lama

“Pemeriksaannya dilakukan pada Senin (6 Januari 2025) di kantor Balai BPOM di Serang,” katanya.

Rahmatullah menerangkan jika Eddy bukan pertama kalinya diperiksa oleh BPOM. Pemeriksaan itu merupakan pemeriksaan tambahan.

Sebab sebelumnya, Eddy pernah diperiksa sebagai saksi pada Desember 2024. “Kemarin itu pemeriksaan tambahan, sebelumnya pernah diperiksa pada Desember 2024,” terangnya.

Rahmatullah memastikan jika ratusan ribu obat yang ditemukan BPOM bukan untuk diperjualbelikan.

Kompak Bungkam Soal Nasib Bank Banten

Namun, obat yang ditemukan di gudang oleh BPOM itu rencananya akan dimusnahkan. “Bukan untuk dijual, tapi mau dimusnahkan,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Rahmatullah menyayangkan Balai BPOM melakukan langkah hukum pemidanaan terhadap temuan obat di Apotek Gama tersebut.

Seharusnya, pihak Balai BPOM melakukan pembinaan terlebih dahulu. “Apotek itu mitranya BPOM, bukan musuhnya BPOM. Kalau salah harusnya diklasifikasi dulu,” jelasnya.

Rahmatullah menegaskan jika kasus temuan obat tersebut telah naik ke tahap penyidikan.

Pemkot Serang Tambah Stok Cadangan Beras Pemerintah 23,5 Ton Pada Tahun 2025

Dimana surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sudah dikeluarkan pihak Balai BPOM ke kejaksaan.

“Kalau sudah ada SPDP-nya berarti sudah ada target tersangkanya,” tegasnya.

Diketahui sebelumnya, temuan dugaan penjualan obat tanpa resep itu,

terungkap saat BPOM bersama dengan Polda Banten melakukan operasi penindakan terhadap apotek Gama di Kota Cilegon pada 9 Oktober 2024 lalu.

DLH Kota Serang Tahun Depan Relokasi PKL Sisi Rel Stadion Maulana Yusuf

Saat operasi itu, pihaknya menemukan sekitar 400 ribu butir obat dengan 60 item jenis obat. Obat tersebut dikemas dalam kemasan yang bukan aslinya.

Obat setelan merupakan obat yang berisi beberapa obat dalam bentuk sediaan tablet, kapsul atau kaplet yang dikemas dalam satu plastik.

Dimana obat yang ditemukan di Apotek Gama merupakan campuran obat keras yang kemudian dijual tanpa resep dokter serta memiliki resiko

timbulnya efek samping dan beresiko terhadap kesehatan, antara lain gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan gangguan metabolisme tubuh.

Bank bjb Lakukan Kunjungan ke PT Agro Sari Satwa di Bali untuk Akselerasi Bisnis Sektor Peternakan

Beberapa jenis obat yang ditemukan berdasarkan hasil pengujian BPOM yaitu obat jenis Natrium Diklofenat, Deksametasol, Teofilin, Klorfeniramine Maleat dan Asam Mefenamat.

Obat itu diperuntukkan untuk obat sakit gigi, asam urat, pegal linu dan dijual sekitar Rp25 ribu.

Apabila terbukti mengedarkan obat-obatan racikan itu, Apotek Gama melanggar pasal 435 junto pasal 138 dan atau pasal 436 Undang-undang RI

nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.(darjat)

Pos terkait