BANTENRAYA.CO.ID – Pada hari ini, Rabu 13 September 2023 memasuki Bulan Safar.
Pada bulan Safar sebagian masyarakat meyakini akan banyak terjadi musibah melebihi bulan-bulan lainnya.
Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Hijriah setelah bulan Muharram.
BACA JUGA : Tonton Perdana! Jadwal Tayang The Nun 2 di XXI Jakarta Rabu, 6 September 2023 Lengkap dengan Harga Tiket
Imam Abul Fida Ismail bin Umar ad-Dimisyqi, atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H) mengatakan, penamaan bulan Safar tidak lepas dari keadaan orang Arab tempo dulu pada bulan ini.
Safar yang memiliki arti sepi atau sunyi sesuai keadaan masyarakat Arab yang selalu sepi pada bulan Safar.
Sepi dalam arti senyapnya rumah-rumah mereka karena orang-orang keluar meninggalkan rumah untuk perang dan bepergian.
BACA JUGA : Sembuh, 8 Jemaah Haji Pulang ke Tanah Air, 26 Wafat Jemaah Dilaporkan Meninggal Dunia
Dikutip Bantenraya.co.id dari NU online, Imam Ibnu Katsir menjelaskan :
صَفَرْ: سُمِيَ بِذَلِكَ لِخُلُوِّ بُيُوْتِهِمْ مِنْهُمْ، حِيْنَ يَخْرُجُوْنَ لِلْقِتَالِ وَالْأَسْفَارِ
Artinya : Safar dinamakan dengan nama tersebut, karena sepinya rumah-rumah mereka dari mereka, ketika mereka keluar untuk perang dan bepergian. (Ibnu Katsir, Tafsîrubnu Katsîr, [Dârut Thayyibah, 1999], juz IV, halaman 146).
Sebagaimana jamak diketahui, banyak orang beranggapan dan bahkan ada yang meyakini, pada bulan safar akan terjadi musibah yang luar biasa dan akan terjadi cobaan melebihi bulan-bulan lainnya.
Dalam hal ini Ibnu Rajab al-Hanbali (wafat 795 H) mengatakan, bulan Safar dan bulan lainnya tidak memiliki perbedaan sama sekali.
BACA JUGA : Sebelum Pelunasan, Jemaah Haji Wajib Berangkat ke Kota Makkah 2024 Harus Patuhi Istithaah Kesehatan
Menurutnya, sebagaimana dalam bulan lain, dalam bulan Safar dapat terjadi keburukan dan kebaikan. Dengan kata lain, tidak boleh menganggap bulan Safar diyakini sebagai bulan yang dipenuhi dengan kejelekan dan musibah. Beliau menegaskan:
وَأَمَّا تَخْصِيْصُ الشُّؤْمِ بِزَمَانٍ دُوْنَ زَمَانٍ كَشَهْرِ صَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ فَغَيْرُ صَحِيْحٍ
Artinya : Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu zaman tertentu bukan zaman yang lain, seperti (mengkhususkan) bulan Safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidak benar.
Ibnu Rajab tidak membenarkan keyakinan seperti itu sebab semua bulan, zaman, dan tahun merupakan makhluk Allah swt, yang di dalamnya bisa saja terjadi suatu kesialan, bencana, dan musibah. Maka sangat tidak logis jika musibah hanya dikhususkan pada bulan Safar dan meniadakannya pada bulan-bulan lainnya.
Lebib tegas Ibnu Rajab menyatakan, barometer dari baik dan tidaknya suatu zaman tidak dilihat dari kejadian-kejadian yang terjadi di dalamnya. Menurutnya, semua zaman yang di dalamnya semua seorang mukmin menyibukkan diri dengan kebaikan, maka zaman tersebut adalah zaman yang diberkahi. Demikian pula sebaliknya. Ibnu Rajab berkata:
فَكُلُّ زَمَانٍ شَغَلَهُ المُؤْمِنُ بِطَاعَةِ اللهِ فَهُوَ زَمَانٌ مُبَارَكٌ عَلَيْهِ، وَكُلُّ زَمَانٍ شَغَلَهُ العَبْدُ بِمَعْصِيَةِ اللهِ فَهُوَ مَشْؤُمٌ عَلَيْهِ
Artinya : Setiap zaman yang orang mukmin menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah, maka merupakan zaman yang diberkahi; dan setiap zaman orang mukmin menyibukkannya dengan bermaksiat kepada Allah, maka merupakan zaman kesialan (tidak diberkahi). (Zainuddin ‘Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab al-Baghdadi ad-Dimisyqi, Lathâ-iful Ma’ârif, [Dar Ibn Hazm, cetakan pertama: 2004], halaman 81). ***