BANTENRAYA.CO.ID – Di artikel ini terdapat referensi naskah khutbah Jumat Bahasa Indonesia yang dapat digunakan para khotib pada shalat Jumat besok dan link PDF di akhir artikel.
Naskah khutbah Jumat Bahasa Indonesia kali ini berjudul AMANAH: Sifat Mukmin Sejati. Amanah berarti dapat dipercaya.
Dengan naskah khutbah Jumat Bahasa Indonesia tentang sifat ‘Amanah’ diharapkan dapat bermanfaat dan diamalkan oleh jamaah khutbah Jumat sebagai mukmin yang sejati.
Khutbah Jumat merupakan salah satu syarat sah dalam mendirikan shalat Jumat. Shalat Jumat dianggap sah jika sudah didahului dua khutbah sebelumnya.
Dikutip Bantenraya.co.id dari an-nur.ac.id, berikut rukun, syarat dan sunnah khutbah Jumat:
Rukun khotbah Jumat
- Mengucapkan puji-pujian kepada Allah Swt.
- Membaca salawat atas Rasulullah saw.
- Mengucapkan dua kalimat syahadat.
- Berwasiat (bernasihat).
- Membaca ayat al-Qur’an pada salah satu dua khotbah.
- Berdoa untuk semua umat Islam pada khotbah yang kedua.
Syarat Khotbah Jumat
- Khotbah Jumat dilaksanakan tepat siang hari saat matahari tinggi dan mulai bergerak condong ke arah Barat.
- Khotbah Jumat dilaksanakan dengan berdiri jika mampu.
- Khatib hendaklah duduk di antara dua khotbah.
- Khotbah disampaikan dengan suara yang keras dan jelas.
- Khotbah dilaksanakan secara berturut-turut jarak antara keduanya.
- Khatib suci dari hadas dan najis.
- Khatib menutup aurat.
Sunah Khotbah Jumat
- Khotbah dilaksanakan di atas mimbar atau tempat yang tinggi.
- Khotbah disampaikan dengan kalimah yang fasih, terang, dan mudah dipahami.
- Khatib menghadap ke jamaah salat Jumat.
- Khatib membaca salawat atau yang lainnya di antara dua khotbah.
- Khatib menertibkan tiga rukun, yaitu dimulai dengan puji-pujian, salawat Nabi, dan berwasiat.
- Jamaah salat Jumat hendaklah diam, tenang dan memperhatikan khotbah Jumat.
- Khatib hendaklah memberi salam.
- Khatib hendaklah duduk di kursi mimbar sesudah memberi salam dan mendengarkan azan.
Dengan mengetahui rukun, syarat dan sunah khutbah Jumat, jamaah sholat Jumat dapat mendengarkan khutbah Jumat dengan seksama dan khusyu’.
Berikut contoh naskah khutbah Jumat Bahasa Indonesia:
AMANAH: SIFAT MUKMIN SEJATI
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ، وَصَحْبِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ.
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
فَإنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةِ فِي النَّارِ. أَمَّا بَعْد.
Hadirin jamaah sidang shalat Jumat yang berbahagia
Allah subhanahu wata’ala berfirman, QS Al Mu’minun ayat 8,
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِاَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَۙ
“Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,bahwasanya Abu Sufyan bercerita tentang perbincangannya bersama Kaisar Heraklius.
Pada waktu itu, Abu Sufyan belum memeluk Islam. Akan tetapi, ketika Heraklius mencari tahu seperti apa ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama,Abu Sufyan menjawab dengan jujur dan apa adanya.
Heraklius bertanya, “Apa yang ia perintahkan kepada kalian?”
Maka Abu Sufyan menjawab dengan lugas, “Dia memerintahkan shalat, jujur, iffah (menjaga kesucian diri), menepati janji, dan menunaikan amanah.”
Setelah mendengar penuturan tersebut, Kaisar Heraklius pun memberi tanggapan, “Inilah sifat seorang nabi.”
Demikianlah di antara fragmen menarik yang terjadi dalam Sirah Nabawiyah. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.
Salah satu faedah yang bisa dipetik dari kisah ini adalah, betapa agungnya persoalan menunaikan amanah dalam ajaran Islam. Sampai-sampai, poin ini menjadi ciri khas ajaran Rasulullah yang diingat oleh Abu Sufyan.
Bahkan, lebih dari itu, dari perkataan Heraklius di atas, dapat disimpulkan bahwasanya ia mengkonfirmasi kenabian berdasarkan nilai moral yang diajarkan dan ditekankannya: jujur, tepat janji, dan menjalankan amanah dengan baik.
Kebalikan dari tiga sifat ini, menjadi ciri-ciri orang munafik. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Ayatul munafiqin tsalatsah: idza hadatsa kadzaba, wa idza wa’ada akhlafa, wa idzaa u’tumina khaana.” Ciri orang munafik ada tiga: apabila bicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkari, dan apabila diberi amanah, ia khianati.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadush Shalihin, menjelaskan bahwa tanda kemunafikan seseorang adalah ketika dia dipercaya oleh sesama manusia untuk menjaga harta, anak, dan rahasia mereka, ia justru mengkhianatinya.
Macam-Macam Amanah yang Harus Dijaga
Ikhwani fiddin rahimahi warahimakumullah
Orang beriman mempunyai komitmen yang kuat dalam memegang amanat yang dititipkan kepadanya dan memberikannya kepada yang berhak menerimanya.
Ini adalah perintah Allah kepada setiap orang beriman, sebagaimana firman-Nya, QS An Nisa ayat 58,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Syaikh Mushtafa al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan beberapa bentuk amanah yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya.
Pertama,amanah seseorang dengan Tuhannya, yaitu semua perintah dan larangan yang harus dijalankan oleh setiap muslim.
Kedua,amanah seseorang dengan dirinya, yaitu meraih maslahat dan menjauhi mafsadat.
Ketiga,amanah seseorang dengan orang lain, yaitu dengan memelihara milik bersama dan tidak berlaku khianat dengan mengabaikan atau berbuat semena-mena terhadap harta kekayaan milik bersama.
Tiga bentuk amanah di atas, dijalankan secara bersama, menjadi satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Ada amanah yang berkaitan dengan hak-hak Allah, dan ada amanah yang berkaitan dengan hak-hak sesama manusia, terutama yang berkaitan dengan harta. Ini perkara paling sensitif yang harus betul-betul dijaga.
Menjaga Amanah Sama dengan Syukur
Ikhwani fiddin rahimahi warahimakumullah
Fir’aun, simbol penguasa dzhalim yang tidak amanah dengan jabatannya. Haman, sosok akademisi culas, intelektual penjilat, dan politisi jahat yang tidak amanah dengan keilmuan dan ketokohannya. Qarun, potret saudagar kaya raya, pebisnis sukses, triliunner kelas kakap, yang tidak amanah dengan harta yang dititipkan kepadanya. Inilah potret sifat tidak amanah yang berbuah pada kerugian di dunia dan di akhirat.
Ketika seorang hamba, menggunakan matanya untuk mentadaburi tanda-tanda kekuasaan Allah di alam raya ini, berarti ia sudah menjalankan amanah mata dan penglihatan yang Allah berikan.
Namun sebaliknya, jika mata itu digunakan untuk bermaksiat semisal dengan menonton sesuatu yang merusak hati dan pikiran, berarti ia telah berkhianat kepada Allah.
Ketika seorang hamba menggunakan seluruh anggota tubuhnya, seperti kaki, tangan, dan telinga untuk menjalankan ketaatan, berarti ia telah menjalankan amanah dengan baik.
Tetapi jika sebaliknya, berarti ia telah berkhianat kepada Allah. Dan inilah pengkhianatan terburuk, karena bagaimana mungkin seseorang menggunakan kenikmatan dan segenap fasilitas hidup yang Allah berikan hanya untuk berbuat durhaka kepada-Nya?
Ketika seorang hamba menggunakan hartanya untuk sedekah, infak, menuntut ilmu, dan menolong orang lain, berarti ia sudah menunaikan amanah harta yang Allah karuniakan kepadanya.
Namun sebaliknya, jika ia pelit, menimbun harta dan menumpuk kekayaan untuk kepentingan dirinya sendiri, berarti ia menyia-nyiakan kepercayaan yang telah Allah berikan kepadanya.
Ketika seorang pemimpin menggunakan jabatan dan otoritasnya untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kemakmuran di muka bumi sehingga mampu menyejahterakan rakyatnya, berarti ia telah menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya.
Namun jika sebaliknya, bukan menjadi solusi malah jadi masalah bagi rakyat, membuat sengsara, korupsi, atau bahkan menindas dengan bengis, maka ia telah berkhianat dan merugikan banyak orang.
Dalam sebuah hadits disebutkan, pemimpin yang mengkhianati rakyatnya, tidak akan mencium bau surga, apalagi masuk ke dalamnya.
مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً، فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيْحَةٍ، إلَّا لَمْ يَجِدْ رائِحَةَ الجَنَّةِ.
“Tidaklah seorang hamba yang Allah beri amanah kepemimpinan, namun ia tidak menjalankannya dengan baik, kecuali ia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Al-Bukhari no. 6731)
Meneladani Sifat Amanah Para Nabi
Ikhwani fiddin rahimahi warahimakumullah
Ketika melarikan diri dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya, Nabi Musa ‘alaihissalam sampai ke sebuah negeri bernama Madyan.
Di sana, Nabi Musa melihat kerumunan manusia sedang mengantre untuk mendapatkan air. Waktu itu, ia dapati ada dua gadis yang sedang menghalau ternak.
Maka bertanyalah Musa kepada mereka, “Kenapa kalian melakukan hal tersebut?”
Lalu dijawabnya pertanyaan itu, “Kami tidak dapat memberi minum untuk ternak kami, sampai para penggembala selain kami, memulangkan hewan-hewan mereka, sedangkan ayah kami adalah tua renta yang telah lanjut usia.”
Qaalata laa nasqii hatta yushdira ar-ri’au wa abuuna syaikhun kabiir. (QS Al Qashash ayat 23).
Tanpa pikir panjang, demi meringankan beban dua wanita yang terlihat kasihan itu, Musa berinisiatif membantu mereka. Dan salah satu dari mereka mengusulkan kepada ayahnya untuk merekrut Musa menjadi asisten keluarga.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, QS Al Qashash ayat 26,
قَالَتْ اِحْدٰىهُمَا يٰٓاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖاِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
“Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata,‘Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.’”
Dalam sejarahnya, setelah mengalami ujian bertubi-tubi, Nabi Yusuf ‘alaihissalam juga mendapat suatu kepercayaan dan ia berhasil menjalankannya dengan baik.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, QS. Yusuf ayat 55,
قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلٰى خَزَاۤىِٕنِ الْاَرْضِۚ اِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ
“Dia (Yusuf) berkata,‘Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.’”
Dari dua kisah ini, kita dapat mengambil faedah bahwa syarat utama pemimpin yang boleh dipilih dan diangkat adalah orang yang bisa menjaga amanah di dalam jabatannya.
Dan dikarenakan kita semua adalah pemimpin, kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an ra’iyyatihi,maka hendaknya kita beruswah kepada para nabi dan berdoa agar bisa mengikuti jejak langkah mereka.
Demikian khutbah Jumat singkat tentang amanah pada kesempatan siang ini. Semoga Allah memesukkan kita ke dalam golongan mukmin sejati yang menjaga amanah. Ammiin yaa rabbal ‘aalamiin. Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith thariiq.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ.
عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ.
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِيْنَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.