BANTENRAYA.CO.ID – Al-Khairiyah itu sendiri didirikan oleh Brigjen KH Syam’un pada 5 Mei 1925 sebagai organisasi yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, dan sosial.
Pasca kemerdekaan, Al-Khairiyah menjadi Ormas yang sanggup membentangkan sayapnya sampai ke seluruh nusantara.
Madrasah Al-Khairiyah satu demi satu didirikan oleh alumni Al-Khairiyah yang mewarisi semangat perjuangan KH Syam’un.
BACA JUGA: 9 Makanan Khas Jember yang Wajib Dicoba Karena Memiliki Cita Rasa yang Khas
Ketulusan perjuangan mereka terhadap ummat telah menghantarkan Al-Khairiyah mencapai banyak kemajuan.
Hingga saat ini, sudah terdapat sebanyak 600 cabang Madrasah Al-Khairiyah yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Penggerak utama organisasi adalah murid-murid terbaik KH Syam’un.
Pengkaderan Al-Khairiyah lebih kepada pembinaan akhlak di madrasah dan pesantren yang menaunginya.
BACA JUGA: 5 Makanan Khas Grobogan yang Wajib Dicoba, Memiliki Nama yang Unik dan Rasa yang Sangat Khas
Perkembangan Al-Khairiyah
Pada tahun 1930 KH Syam’un memperluas dan menyempurnakan Madrasah Al-Khairiyah.
Sehingga Madrasah dan Pesantren Citangkil merupakan sebuah komplek pendidikan yang terdiri dari beberapa lembaga pendidikan.
Termasuk membuka HIS Partikelir untuk menandingi dan mengimbangi Sekolah HIS Belanda yang ada di Cilegon.
BACA JUGA: 5 Tempat Wisata di Purwokerto Cocok untuk Liburan Keluarga, Nomor 2 Wajib Dikunjungi
Tiga tahun sebelum lahirnya Sumpah Pemuda di Perguruan Islam Al-Khairiyah termasuk HIS-nya telah menggunakan bahasa pengantar dengan bahasa Indonesia.
Sejak Al-Khairiyah ditingkatkan dari Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang terorganisir.
Pada tahun 1925, Al-Khairiyah mencapai kemajuan dan puncak keemasannya.
Dan pada saat itu, murid-murid yang datang bukan hanya dari daerah Banten, tetapi juga dari luar Banten.
BACA JUGA: 7 Tempat Wisata Alam Terbaik di Cilacap yang Paling Populer Dengan Pemandangannya
Pengertian Al-Khairiyah
Kata ‘Al-Khairiyah’ berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata khoirun yang artinya baik.
Kemudian menjadi Al-Khairu yaitu lawan dari kata As-Syarru yang dimaksud adalah “berhasilnya sesuatu secara maksimal” atau dengan kata lain “yang banyak kebaikannya”.
Pengertian Al-Khairiyah itu sendiri tersirat pengertian-pengertian lain seperti “kemuliaan dan kehormatan”.
Kemudian berkembang menjadi “pilihan utama yang lebih baik” dan akhirnya menjadi kata Al-Khairiyah yang artinya: kebijakan, kesucian, kemurahan dan kelebihan.
BACA JUGA: 7 Tempat Wisata Alam Terbaik dan Terindah di Kuningan yang Paling Populer Dengan Pemandangannya
KH Syam’un mendapat inspirasi untuk menetapkan nama Al-Khairiyah bagi pesantrennya yaitu ketika beliau memperhatikan bendungan air di Mesir, yaitu bendungan Sungai Nil.
Dari bendungan itu dapat mengairi sekian luas lahan pertanian dan meningkatkan kesuburan di sekitar lembah sungai itu.
Sehingga dapat mengangkat taraf hidup rakyat di negeri tersebut.
BACA JUGA: 7 Makanan Khas Pacitan yang Wajib Dicoba saat berkunjung kesana, Dijamin Ketagihan!
Pendiri Perguruan Islam Al-Khairiyah
BRIGADIR JENDRAL TNI (ANUMERTA) KH SYAM’UN
Pemuda yang sederhana, patuh, dan haus ilmu.
Beliau diberi nama Sjam’un oleh orang tuanya.
Lahir pada 15 April 1883 di kampung Beji desa Bojonegara, Kecamatan Cilegon, Kabupaten Serang, Keresidenan Banten.
Beliau juga merupakan keturunan kyai Banten, hasil pernikahan dari H. Alwijan dan Hj. Siti Hadjar.
BACA JUGA: 5 Kuliner Khas dari Ciamis yang Sangat Legendaris dan Wajib Dicoba
Ibunya Siti Hadjar merupakan putri KH Wasjid, ia mempunyai saudara kandung yang bernama Yasin.
KH Wasjid merupakan salah seorang tokoh yang terkenal pada peristiwa Geger Cilegon tahun 1888.
KH Wasjid termasuk bangsawan keturunan Adipati Sereng-gene, yaitu pendamping Sultan Hasanuddin yang di Pemerintahan Banten pada abad 16.
Masa kecil Syam’un berhasil diselamatkan oleh ibunya Siti Hadjar dari kejaran Belanda yang ingin menghabisi keturuan KH Wasyid.
Terutama setelah terjadinya pemberontakan Geger Cilegon 1888.
BACA JUGA: 6 Tempat Wisata Alam Terbaik dan Terpopuler di Ciamis yang Wajib DIkunjungi
Belanda berpendapat bahwa “Anak Macan” akan menjadi Macan yang berbahaya.
Oleh karena itu keluarga KH Wasyid tidak dibiarkan hidup di muka bum.
Karena Belanda tidak mau pemberontakan di Banten tahun 1888 terulang yang dikenal dengan peristiwa Geger Cilegon.
Kaburnya Siti Hadjar ke Mekah untuk menghindari kejaran pasukan Belanda dari tahun (1889-1891).
Disana sambil mengurus Syam’un, Siti Hadjar juga melaksanakan ibadah haji.
BACA JUGA: 5 Makanan Khas Tasikmalaya yang Sangat Legendaris dan Wajib Dicoba Karena Memiliki Rasa Super Enak
Setelah merasa keadaan Beji mulai cukup aman, mereka memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya.
Kemudian pada tahun 1916 KH Syam’un mendirikan pesantren di Kampung Citangkil.
Yang kemudian namanya diubah menjadi perguruan Islam Al-Khairiyah.***