7 Etika Dalam Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, Lakukan Agar Momen Muludan Tetap Bermakna

Khutbah Jumat Rabiul Awal bahasa Jawa. (Freepik)
Khutbah Jumat Rabiul Awal bahasa Jawa. (Freepik)

BANTENRAYA.CO.ID – Inilah 7 etika dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang harus dilakukan agar tidak kehilangan makna sesungguhnya.

Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan hari lahir Rasulullah pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah. Umat muslim senantiasa bergembira dan kerap merayakan hari tersebut.

Dengan mayoritas muslim di Indonesia, Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu hari libur nasional yang ditunggu-tunggu.

Bacaan Lainnya

Tujuan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW tentunya untuk mengenang Rasulullah SAW dengan memperbanyak bersholawat dan mencontoh sikap dan perilaku beliau.

BACA JUGA: Keutamaan dan Bacaan Sholawat Nariyah Lengkap Tulisan Arab, Latin dan Terjemahan

Tentunya, perayaan ini tidak hanya ada di Indonesia melainkan sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu di mana pertama kali dibawa oleh Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. – w.630 H.).

Kala itu, perayaan tersebut disi dengan membacakan syi’ir dan karya sastra tentang kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Di Indonesia, segala bentuk kegiatan diadakan untuk memeriahkan salah satu hari besar Islam ini yaitu dengan bersholawat, ceramah, lomba-lomba dan lainnya.

Dikutip dari laman Majelis Ulama Indonesia, hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah boleh dan termasuk bid’ah Hasanah.

BACA JUGA: Contoh Format Surat Undangan Acara Maulid Nabi Muhammad SAW, Bisa Dicetak atau Kirim Via Pesan Online

Bid’ah Hasanah adalah sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabatnya namun perbuatan itu memiliki nilai kebaikan dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW juga merayakan hari kelahirannya dengan berpuasa sebagaimana berbunyi:

setiap hari senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ .” رواه مسلم

 “Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (H.R. Muslim)

Tentunya perayaan Maulid Nabi ini tak luput dari etika yang harus dilakukan agar acaranya tidak melenceng ke arah yang tidak baik.

Berikut 7 etika dalam perayaan Maulid Nabi agar momen tetap bermakna dan baik:

  1. Memperbanyak bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW serta mengisi acara dengan shalawat;
  2. Memperbanyak dzikir serta meningkatkan ibadah kepada Allah SWT;
  3. Membaca sirah nabawi berupa sejarah kelahiran dan perjuangan Rasulullah SAW dengan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau;
  4. Memperbanyak sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin;
  5. Bersilaturahmi kepada sanak saudara, kerabat dan tetangga;
  6. Menunjukkan perasaan senang dan gembira atas kelahiran dan kehadiran Rasulullah SAW;
  7. Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim yang berisi anjuran untuk senantiasa mencontoh sikap dan perilaku Rasulullah SAW.

Itulah 7 etika yang harus dipenuhi dan dilakukan umat muslim dalam merayakan hari kelahiran Kekasih Allah SWT.***

Pos terkait