BANTENRAYA.CO.ID – Edi Aryanto, penjual siomay di Anyer, Kabupaten Serang yang sudah tujuh tahun menjadi penjual siomay keliling terus mengembangkan usahanya.
Edi kini sudah memiliki delapan gerobak dengan lima orang rekan kerja.
Edi menceritakan bahwa sebelum menjual siomay keliling, dirinya pernah menjual pakaian keliling kampung. Dirasa kurang, akhirnya ia kembali ke siomay yang saat itu juga masih mengambil dari orang.
“Pertama merintis masih ngambil dari orang saya keliling dari Anyer sampai Bandulu gitu. Baru enggak lama temen-temen dari Majalengka nelfon pengen jualan siomay dan dibikinin gerobak juga. Akhirnya baru saya produksi siomay sendiri,” kata Edi saat ditemui di rumahnya, Senin (13/3).
Siomay menjadi bisnis kuliner yang dipilih karena Edi mengakui bahwa dirinya hanya memiliki ilmu siomay saja. Kemudian siomay menjadi jajanan yang sudah lama di Indonesia dan diminati semua kalangan mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Sejak malam ia sudah membeli bahan setelah selesai berjualan dan mulai membuat siomay dan batagor pukul dua atau tiga dini hari bersama rekan-rekannya.
Setiap hari ia dapat membuat 3.000 buah siomay. Sedangkan di akhir pekan dan musim liburan bisa sampai 6.000 buah siomay per hari.
“Setiap hari bisa sampai 3.000 biji, per gerobaknya ada yang 500 ada yang 600 tergantung dia maunya berapa tapi enggak kurang dari 400. Kalau weekend bisa 700 sampai 800. Kalau kayak lebaran gitu bisa 1.000 per gerobak, jadi 6.000 an lah,” ujar Edi.
Edi dan rekan-rekannya berjualan mulai dari jam 7 pagi hingga jam 2 siang, tergantung cepat atau lamanya siomay habis. Lokasi keliling juga tidak jauh hanya daerah Bandulu dan sekitarnya.
“Kalau saya memang mangkal di depan rumah saja. Kalau yang lain paling dari Cibaru sampai Sirih aja, ada yang di pinggir jalan, sekolah, di pantai juga ada. Jadi engga pada jauh-jauh,” ucap Edi.
Hasil berjualan siomay itu, kata Edi, yang penting cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan dapat menghidupi anak dan istrinya.
Dalam sehari, penghasilan dari berjualan siomay yang dia dapat umumnya mencapai Rp1,8 juta. Kemudian ia putar kembali untuk membeli bahan dan produksi siomay di hari berikutnya.
Banyak suka duka yang sudah dilewati Edi selama tujuh tahun menjalani bisnis siomay. “Dukanya jualan kalau lagi sepi ya kita harus legowo, terus kalau di jalan ada hal-hal yang engga bisa kita prediksi kayak ketabrak mobil atau apa. Apalagi kalau rugi ya udah biasa si itu hal yang wajar. Tapi kalau sukanya juga ada, pas lagi rame jualan habis seneng aja gitu,” kata Edi. (mg-reva)