Bisakah Badal Haji untuk Orang Gila, Berikut Penjelasan Menurut Mazhab Syafii

Badal Haji
Ilustrasi ibadah Haji: Hukum badal haji orang dengan gangguan jiwa alias gila. (Pixabay/Konevi)

BANTENRAYA.CO.ID – Dalam ibadah haji dikenal juga istilah badal haji yang biasa diucapkan dalam keseharian.

Istilah tersebut merujuk kepada digantikannya seseorang melakukan ibadah haji karena halangan dan sebab tertentu.

Biasanya badal haji dilakukan untuk orang yang sudah meninggal dunia.

Bacaan Lainnya

Bagi badal haji yang sudah meninggal dunia dihukumi wajib jika dia kaya raya dan banyak warisan.

Kebalikan, jika orang tersebut meninggal dalam konsidisi fakir maka tidak wajib.

BACA JUGA: Beda Jauh: Hukum Badal Haji Menurut Mazhab Syafii dan Hanafi, Begini Penjelasannya

Selain itu, badal juga dilakukan untuk orang yang secara fisik sudah tidak kuat dan tidak memungkinkan melakukan rukun haji yang berat.

Sebab, rukun haji dibutuhkan fisik yang prima dan haji sendiri merupakan ibadah fisik.

Hal itu juga berlaku bagi orang yang mampu tapi secara fisik sudah tidak sanggup berangkat haji.

Jika fakir maka itu kebalikannya. Sebab, orang yang mampu menjadi syart wajib berangkat haji.

Lantas apakah bisa badal diberikan atau dilakukan untuk orang ganguan jiwa alias gila? Bagaimana lantas hukumnya?

BACA JUGA: Hukum Badal Haji Orang Sudah Meninggal, Begini Penjelasan Buya Yahya

Dikutip BantenRaya.Co.Id dari berbagai sumber pada Jumat 19 Mei 2023, sebagaimana syarat sahnya haji adalah orang berakal.

Artinya, selain islam, baligh, merdeka dan mampu, maka berakal atau tidak gila menjadi syarat sah seseorang melasanakan haji.

Namun, muncul berbagai tafsir pendapat soal gangguan jiwa tersebut berdasarakan berbagai pandangan ulama.

Misalnya, Syaikh Sa’id bin Abdul Qodir Basyanfar dalam kitabnya Al-Mughnie.

Soal ganguan jiwa atau hilang akal sejumlah ulama berpendapat, jika ada potensi sembuh, maka hukum bagi orang tersebut menjadi wajib.

BACA JUGA: Awas Tertukar, Ini Niat dan Rakun Haji Secara Tartib

Kendati begitu, jika ganguan jiwa tersebut kumat, maka tidak boleh ada yang menggantikannya, terkeculai badal setelah orang tersebut meninggal.

Selanjutnya Syaikh Sa’id bin Abdul Qodir Basyanfar mengatakan, berdasarkan pendapat Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Imam Abu Dawud. Imam Abu Hanifah.

Boleh menghajikan atas nama orang gila tersebut dan haji itu seharusnya ditangguhkan. Jika ia sembuh dari gilanya, wajib baginya menunaikan ibadah haji.

Artinya bisa memberikan badal, namun itu ditangguhkan jika meninggal badal haji maka cukup.

Tapi jika sembuh sebelum meninggal, maka orang tersebut wajib berangkat haji menurut Hanafi.

Namun, menurut Syafii maka haji fardu tersebut tidak cukup.

BACA JUGA: 28 Calon Jamaah Haji Cilegon Terancam Gagal Berangkat, Ini Alasannya

Sementara, berikut ini tata cara badal haji:

Tidak jauh berbeda dengan ketentuan haji pada umumnya baik rukun dan syarat sahnya.

Bedanya hanya ada pada niat saja::

نَوَيْتُ الحَجَّ عَنْ فُلَانٍ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى

Nawaytul hajja ‘an fulān (sebut nama jamaah haji yang dibadalkan) wa ahramtu bihī lillāi ta‘ālā.

Artinya, “Aku menyengaja ibadah haji untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan) dan aku ihram haji karena Allah ta‘ala.”

Semoga penjelasan tersebut menjadikan Sobat Baraya (BantenRaya.Co.Id) bisa mengerti akan hukum badal haji.

Namun, tentu saja untuk memastikan secara afdol bisa berkonsultasi kepada kiai dan ustadz yang mengerti dalam bidang hukum haji. ***

Pos terkait