BANTENRAYA.CO.ID – Sebuah pernyataan kontroversial yang menentang poligami yang pernah diucapkan oleh Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Giring Ganesha, pada tahun 2018, kembali mencuat ke permukaan.
Pernyataan tersebut diberikan oleh Giring Ganesha sebagai tanggapannya terhadap isu poligami dan menyoroti keadilan bagi perempuan dalam konteks tersebut.
Dalam pernyataannya, Giring Ganesha dengan tegas menentang perilaku poligami, terutama jika alasan di baliknya adalah untuk mencapai keadilan.
Ia menyatakan, “Jika poligami bertujuan untuk mewujudkan keadilan, inikah keadilan bagi perempuan? Saya Giring Ganesha … sangat menentang dengan perilaku poligami.”
Namun, pernyataan ini kembali menjadi sorotan setelah diangkat oleh Calon Legislatif dari Partai Perindo, Aldi Taher.
Aldi Taher menyatakan bahwa poligami adalah sunnah Nabi Muhammad SAW, tetapi pernyataan mantan vokalis Band Nidji menentangnya.
Ia juga menyebut dirinya sebagai “presiden poligami” dan menantang Ketua PSI itu untuk melakukan debat terkait isu ini.
Aldi Taher mengungkapkan tantangan tersebut melalui unggahan di akun TikTok pribadinya, @alditaher.official.
Dalam unggahannya, ia juga meminta agar acara Mata Najwa yang dipandu oleh Najwa Shihab menyiarkan perdebatan antara dirinya dan Giring Ganesha.
Pernyataan dan tantangan yang diajukan oleh Aldi Taher memunculkan diskusi yang intens di kalangan masyarakat.
Isu poligami selalu menjadi topik yang sensitif dan kompleks, melibatkan pertimbangan agama, budaya, serta perspektif sosial dan gender.
Tantangan debat ini dianggap sebagai upaya untuk mendapatkan sudut pandang yang beragam tentang poligami dalam konteks Indonesia.
Dalam merespons tantangan tersebut, Giring Ganesha dan pihak Partai Solidaritas Indonesia (PSI) belum memberikan tanggapan resmi.
Namun, debat yang diusulkan oleh Aldi Taher telah menimbulkan perdebatan dan mendapatkan perhatian luas di media sosial.
Isu poligami tetap menjadi salah satu topik yang memunculkan perbedaan pendapat di masyarakat.
Sementara beberapa orang melihatnya sebagai bagian dari agama dan tradisi, yang perlu dihormati dan diatur dengan baik, yang lain mengkhawatirkan implikasi sosial dan dampaknya terhadap kesejahteraan perempuan.***