SERANG, BANTEN RAYA- Kepala Seksi Eksplorasi Mineral dan Batu Bara pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) Provinsi Banten Budi Kurniawan mengatakan, setahu dirinya saat ini tidak ada lagi penambang di Gunung Pinang yang mengantongi izin. Perusahaan terakhir yang berizin adalah untuk komoditas tanah urugan atas nama PT Bait Maal. Masa berlaku izin menambang yang dikantongi PT Bait Maal saat ini sudah habis dan tidak diperpanjang.
“Di Gunung Pinang itu untuk yang berizin sudah enggak ada kalau yang sekarang. Berdasarkan obrolan dengan penambang juga enggak ada yang izin di situ,” ujar Budi kepada Banten Raya, belum lama ini.
Budi mengungkapkan, sejak Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara disahkan, segala izin tentang pertambangan ditarik ke pemerintah pusat. Saat ini, izin pertambangan dikeluarkan oleh Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sehingga, dinas terkait di daerah tidak memiliki kewenangan apa pun, termasuk memberikan rekomendasi ketika izin diproses, seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
Budi mengungkapkan, biasa ada dua izin penambangan. Izin pertama, adalah izin eksplorasi di mana pada proses ini perusahaan akan melakukan upaya untuk mengetahui potensi apa saja yang bisa diambil dari lahan pertambangan tersebut. Izin kedua yaitu izin eksploitasi, yaitu izin untuk pengambilan material yang ada pada tambang.
Namun sebelum izin eksploitasi keluar, pengusaha harus membuat sejumlah dokumen yang diperlukan terlebih dahulu, mulai dari studi kelayakan (FS), UKL, UPL, amdal, OP, sampai dengan IUP (izin usaha pertambangan) eksploitasi. Untuk mengurus dokumen dan izin-izin tersebut, diperlukan waktu sekitar 7 bulan sampai dengan 1,5 tahun.
“Sehingga, bila melihat dari aturan yang terbaru, kecil kemungkinan ada yang berizin (untuk saat ini),” katanya.
Penambang yang melakukan eksploitasi tambang tanpa mengantongi izin, sesuai Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Pasal 158 berbunyi, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Tidak hanya penambang, pihak yang menampung atau menadah hasil penambangan ilegal juga diancam pidana yang sama sesuai dengan Pasal 161 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pasal 161 berbunyi, setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/ atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/ atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Penambangan di Gunung Pinang diduga dilakukan oleh oknum yang memiliki pengaruh, baik secara finansial maupun jabatan, karena penindakan selama ini juga tidak pernah berhasil sampai menghentikan aktivitas penambangan di daerah tersebut. Pasalnya, ketika dilakukan penindakan, biasanya akan berujung pada ketidakjelasan penindakan..
Budi mengatakan, sebelum tahun 2020 saat rekomendasi izin penambangan masih dikeluarkan dinas, beberapa kali mengawasi penambangan ilegal namun tidak sampai berhasil menutup total aktivitas penambangan. Padahal, saat penindakan dia datang ke lokasi bersama dengan polisi.
Menurutnya, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah juga pernah mengeluarkan surat namun tak kunjung bisa menghentikan aktivitas penambangan ilegal tersebut. “Itu banyak diproses juga tapi, ya itulah. Selama diproses setop. Setelah itu ini (beroperasi) lagi,” kata Budi.
Pengawasan dan pengendalian penambangan juga sulit dilakukan oleh dinas di daerah karena personelnya merupakan pegawai Kementerian ESDM yang disebut dengan Inspektur Tambang. Namun, Inspektur Tambang hanya melakukan pengawasan dan pengendalian pada tambang yang berizin. Untuk yang ilegal, daerah hanya bisa melakukan imbauan tidak sampai penindakan. “Yang ilegal itu (ranah penaindakannya) penegak hukum,” katanya.
Aktivitas penambangan ilegal itu sendiri, terdeteksi sudah terjadi sejak tahun 2015 yang lalu, dengan menggarap lahan yang tidak hanya miliki pribadi perorangan melainkan ada juga yang milik koperasi, bahkan tanah negara yang sebelumnya merupakan sitaan negara hasil kasus BLBI.
Jeje Sudrajat, aktivis lingkungan mengatakan, keberadaan gunung Pinang sangat penting bagi kesehatan warga Banten yang berada di bagian Utara, khususnya Cilegon. Gunung Pinang adalah penghasil oksigen terbanyak di wilayah Serang, khususnya Cilegon, sehingga keberadaannya sangat vital. “Ini adalah paru-paru di daerah Banten yang berada di sisi Utara,” kata Jeje.
Gunung Pinang adalah penghasil oksigen yang baik untuk masyarakat di Utara Banten yang saat ini penuh sesak oleh industri, khususnya wilayah Cilegon. Pencemaran udara cukup tinggi di wilayah Banten, khususnya Cilegon, sehingga keberadaan Gunung Pinang sangat vital sebagai penghasil oksigen yang bersih yang dibutuhkan manusia. “Merusak hutan itu adalah sebuah pelanggaran. Ini penting untuk dijaga dan diawasi,” ujarnya.
Jeje menyatakan, sebagai pegiat/ aktivis lingkungan dia mendukung gerakan-gerakan yang tidak merusak hutan dan melestarikan hutan, termasuk Gunung Pinang. Namun, dia juga mengecam pengrusakan hutan yang menyebabkan air, tanah, dan udara tercemar. Karena itu, di mengimbau para pengusaha galian C di kaki-kaki gunung Pinang harus menghentikan usaha mereka. Setahunya, saat ini aktivitas galian C berada di sisi selatan dan barat gunung Pinang. “Hutan di Utara Banten ini harus kita jaga bersama,” ujarnya.
Jeje mengingatkan, di bawah gunung Pinang saat ini dikelilingi oleh pemukiman penduduk, perumahan baru, sehingga aktivitas galian C bukan tidak mungkin akan menyebabkan banjir atau longsor dan berimbas pada penduduk di bawah gunung tersebut. Karena itu, bil masih ada galian C ilegal di kaki gunung Pinang, maka harus dihentikan dan diproses hukum. “Ini harus ditindak tegas oleh pihak terkait. Ini harus diusut tuntas,” kata alumni Untirta ini.
Terpisah, Camat Waringinkurung Warnarry Poetri memastikan lokasi galain C yang membentuk kubangan dan diprotes warga sudah diratakan kembali. “Jadi tanah yang dikeruk itu punya pribadi atas nama H Romli,” ujar Nerry saat meninjau lokasi bersama para Muspika, Selasa (27/9/2022).
Ia memastikan, lokasi galian C yang diprotes warga bukan bagian dari Gunung Pinang karena lokasinya jauh dari Gunung Pinang. “Karena ada penolakan dari masyarakat maka diratakan lagi yang terlalu dalam. Untuk perizinannya sedang kita telusuri,” katanya.
Nerry menuturkan, penolakan yang dilakukan oleh warga Kampung Tenjolaut dan Kampung Maruga, Desa Sukadalem pada Minggu (25/9) tersebut karena mereka khawatir kubangan bekas galian C terisi air dan membahayakan bagi anak-anak. “Iya pasti kita awasi agar tidak digali lagi,” paparnya.
Sementara itu, warga Desa Sukadalem yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, sehari setelah protes warga penambang berpindah tempat tidak jauh dari lokasi sebelumnya. “Sekarang pindah di pinggir jalan juga dan yang digali tanah negara tanah milik DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara),” katanya.
Warga itu juga mengungkapkan, operator alat berat yang menggali di lokasi baru tersebut adalah orang yang sama yang menjadi operator alat berat di lokasi yang diprotes warga. “Orang DJKN-nya sudah turun ke lokasi sudah disetop, tapi begitu orang DJKN-nya pulang digali lagi,” tuturnya. (tanjung)