BANTENRAYA.CO.ID – Para pengamat publik bereaksi usai Presiden Jokowi alias Joko Widodo berkomentar jika dirinya mengetahui keinginan partai politik menjelang pilpres nanti.
Dimana, datanya sendiri didapatkan Jokowi dari informasi aparat intelijen yang berasal dari Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, atau Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Menurut para pengamat apa yang dilakukan Jokowi jelas indikasi penyalahgunaan kewenangan karna mengulik aktivitas partai politik dan masyarakat dengan menggunakan intelijen negara.
BACA JUGA: Penjual Panjang Mulud di Kota Serang Mulai Marak
Di samping juga, DPR harus melakukan pemanggilan kepada Presiden untuk memberikan penjelasan. Sebab, apa ia sudah menggunakan alat negara
Padahal dalam UU Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Intelijen itu harus bersikap netral tidak berpihak ke kehidupan politik, partai, golongan, paham, keyakinan dan kepentingan pribadi.
Dikutip Bantenraya.co.id dari berbagai sumber pada Senin 18 September 20223, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, apa yang dilakukan Jokowi keliru dengan menggunakan perangkat negara berupa badan intelijen.
Bahkan, hal itu mengerucut kepada potensi penyalahgunaan kewenangan.
BACA JUGA: Musim Kemarau Punya Resiko Tinggi, Polda Banten Ajak Masyarakat Cegah Kebakaran Hutan
“Itu jelas indikasi penyalahgunaan kewenangan kalau sampai presiden menggunakan intelijen negara untuk mengulik aktivitas atau preferensi politik parpol,” kata Halili
Menurut dia, Presiden bisa menggunakan intelijen untuk kepentingan memata-matai musuh negara bukan untuk mengontrol politik.
“Bukan untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politik presiden,” tegasnya.
BACA JUGA: Teks Pildacil Maulid Nabi Untuk Anak SD, Singkat Mudah Dipahami dan Dihafal
Bahkan, dalam UU melarang jika intelijen memata-matai masyarakat sipil dan masyarakat politik. Itu juga bertentangan Pasal 2 huruf f UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
“Disebutkan intelijen harus bersikap netral dengan tidak berpihak ke kehidupan politik, partai, golongan, paham, keyakinan, dan kepentingan pribadi. DPR mesti memanggil presiden untuk meminta penjelasan lengkap terkait hal tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Intelijen, pertahanan dan Keamanan NGasiman Djoyonegoro menyebutkan, apa yang sudah dilakukan Jokowi masih dalam koridor UU Intelijen.
“Pernyataan bahwa Joko Widodo sebagai presiden memiliki informasi intelijen bukanlah pernyataan yang dirahasiakan,” ucapnya.
Sebab, lanjutnya, itu menjadi tugas presiden menerima dan memegang data intelijen, sehingga bisa digunakan untuk bahan kebijakan.
“Sepanjang presiden tidak membuka informasi yang dirahasiakan berdasarkan UU Intelijen, maka pernyataan presiden masih dalam koridor UU,” lanjutnya.
Apa yang dimiliki Jokowi menjadi penting, imbuh Ngasiman, khususnya untuk mengantisipasi perpecahan masyarakat dan dilakukan sejak dini.
“Supaya skenario yang mengarah pada perpecahan bangsa dalam kompetisi Pemilu 2024 bisa diantisipasi, dicegah sejak dini,” tandasnya. ***