BANTENRAYA.CO.ID – Selain nasi, sagu juga termasuk salah satu makanan pokok di Indonesia.
Salah satu daerah di Indonesia yang menjadikan sagu sebagai makanan pokok adalah Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Namun, keberadaan sagu di Kepulauan Sangihe belakangan ini mulai terancam oleh aktifitas pertambangan emas di sana.
BACA JUGA: 5 Hal yang Harus Dihindari Saat Sholat, Waspada dengan Nomor 3 yang Bisa Membatalkan Sholat
Berita berikut dilansir bantenraya.co.id dari postingan yang diunggah di akun Instagram @mongabay.id.
Sumber makanan pokok penduduk Kepulauan Sangihe sekarang terancam oleh aktifitas pertambangan emas.
Pada 2021, PT Tambang Mas Sangihe (TMS) menguasai 42 ribu hektar atau setengah dari luas daratan pulau Sangihe.
BACA JUGA: Penjelasan Tentang Apa Itu UKM Kuliah, Disertai Jenis dan Contohnya
Luas wilayah kontrak karya PT TMS tersebut diciutkan oleh amandemen kontrak karya 5 Juni 2018 yang sebelumnya adalah 123.850 hektar.
Sagu Baruk (Arenga Microcarpha Becc.) merupakan jenis sagu yang tumbuh di Kepulauan Sangihe.
Jenis tumbuhan tersebut tumbuh liar dan tahan terhadap perubahan iklim.
BACA JUGA: 10 Hal yang Ternyata Tidak Membatalkan Puasa, Nomor 6 Ternyata Masih Aman
Tahun 2014, Kementrian Pertanian juga menetapkan sagu baruk sebagai varietas lokal dan unggulan di Sangihe.
Namun, sekarang keberadaan sagu tersebut tercancam oleh pertambangan emas.
PT TMS adalah perusahaan yang 70% sahamnya dimiliki oleh Baru Gold Corp.
BACA JUGA: Awas! Ada Denda Merokok di Area Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Nominal Dendanya Tidak Kecil
Baru Gold Corp adalah perusahaan publik eksplorasi sumber daya mineral Kanada yang berfokus pada pengembangan proyek produksi logam mulia di Indonesia.
Perusahaan tersebut dikepalai oleh Terry Filbert dan kepala ahli geologinya adalah Frank Rocca.
Namun, sebelumnya izin aktifitas pertambangan emas tersebut sempat ditolak oleh masyarakat Sangihe, termasuk Wakil Bupati Sangihe, Helmud Hontong.
BACA JUGA: Jangan Takut Donor Darah! Manfaatnya Sangat Besar ke Kesehatan
Salah satu politisi Partai Golkar tersebut diketahui telah meninggal di pesawat Lion Air saat perjalanan pulangnya dari Bali menuju Manado via Makassar pada 9 Juni 2021 lalu.
Kerusakan hasil aktifitas tambang yang akan sulit diperbaki dan menguras banyak biaya perbaikan adalah salah satu alasan aktifitas pertambangan tersebut harus ditolak.
Selain itu, keberadaan lahan sagu baruk yang menjadi bahan makanan pokok masyarakat Sangihe juga terancam.
BACA JUGA: Air Terjun Terbalik, Inilah Lokasi dan Penjelasan Terbentuknya
Beberapa netizen menanggapi hal tersebut di kolom komentar.
Akun @cindytamboto berkomentar, “Semua disuruh makan nasi. Ujung2nya mau makan aja beli beras yg harganya mahal krn ga semua wilayah Indonesia bisa ditanam padi. Contoh nyatanya papua.”
Sementara @billypangestu berkata, “Emas bisa habis.. Tapi tanaman sagu bisa tumbuh terus dan memberikan manfaat untuk semua rakyat.”
BACA JUGA: 5 Makanan Penambah Darah yang Aman untuk Lambung
Terancamnya lahan pertanian sagu tentunya mengancam pendapatan para petani sagu di sana juga.
Hasil data tahun 2017, didapat bahwa rata-rata pendapatan petani sagu baruk di Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah Rp209.524/bulan atau Rp2.514.287/tahun.
Sementara itu, diketahui PT TMS sudah mendapat kontrak karya untuk menambang emas selama 33 tahun, yaitu dari 2021 hingga 2054.***