Bantenraya.co.id– Buruh di Provinsi Banten menyatakan menolak rencana Tabungan Perumahan Rakyat atau
Tapera yang digagas oleh pemerintah Joko Widodo. Buruh menilai, program Tapera hanya akan tambah membebani buruh.
Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Banten Intan Indria Dewi mengatakan, SPN Provinsi Banten menolak dengan tegas Tapera.
Apalagi, hingga saat ini program Tapera belum jelas. “Kita menolak karena menambah beban buruh, menambah beban rakyat,” ujar Intan, Senin (3 Juni 2024).
Angka Kematian Hewan Turun Signifikan, Srikandi Banten Ajak Peternak Beralih ke Listrik PLN
Intan menuturkan, rencana pemerintah yang akan memotong gaji buruh sebesar 2,5 persen untuk program Tapera sangat memberatkan.
Apalagi, saat ini juga buruh sudah dipotong aneka program, seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Apalagi iuran BPJS Ketenagakerjaan juga pajaknya tetap pekerja yang bayar,” ujarnya.
Intan menuturkan, potongan 2,5 persen sangat besar. Apalagi, setiap tahun kenaikan upah minimum kota/ kabupaten (UMK) tidak pernah di atas 2 persen.
Lubang Dalam di Jalan Akses Puspemkot Serang Membahayakan
Dengan demikian, beban berat akan dirasakan oleh para buruh ketika program Tapera diberlakukan. “Jadinya gaji nggak nambah tapi pemotongan terus bertambah,” katanya.
Alasan lain mengapa buruh Banten menolak Tapera, karena hingga saat ini program ini belum pasti dan belum jelas.
Ketidakjelasan itu misalnya siapa yang akan mengelola uang ini? Wujudnya tabungan atau apa? Bagaimana ketika akan diambil?
“Kalau tabungan kan kita membayarnya suka-suka tapi ini terkesan dipaksakan harus 2,5 persen.
Honorer dan PPPK Pemkot Cilegon Gelar Lomba Mancing Rayakan HUT 25 Kota Cilegon
Katanya bisa diambil setelah 15 tahun, lalu bagaimana dengan pekerja yang sudah mau pensiun?
Bagaimana dengan pekerja yang sudah menyicil rumah? Belum ada kejelasan,” katanya.
Yang lebih mendasar, kata Intan, buruh Banten masih belum percaya pada pengelolaan keuangan yang dilakukan pemerintah.
Apalagi pengelolaan keuangan pemerintah rentan terhadap korupsi. Buktinya asuransi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau PT ASABRI (Persero) saja dikorupsi.
Belum lagi kasus korupsi lain yang mengeruk uang masyarakat.
“Kita belum percaya pengelolaan keuangan oleh pemerintah. Mending kalau uangnya bisa balik lagi jadi kami minta pemerintah nggak usah aneh-aneh,” ujarnya.
Intan pun mengkritik program Tapera yang seolah-olah upaya pemerintah yang ingin mengumpulkan uang dari masyarakat tanpa maksud yang jelas dan logis.
Padahal, pemerintah semestinya bisa membuat program lain yang lebih bermanfaat dan realistis ketimbang mengeluarkan kebijakan yang akan membebani masyarakat banyak.
Jalan Kaujon Kidul Kota Serang Berlubang Ditambal Bongkahan Semen
“Kalau pemerintah mau nyari duit jangan dari rakyat deh mending cari sendiri,” katanya tegas.
Ketimbang menggulirkan program Tapera untuk membantu masyarakat mendapatkan rumah,
Intan menyarankan agar pemerintah meringankan uang muka bagi masyarakat yang belum memiliki rumah.
Atau mensubsidi rumah dengan sangat besar sehingga harga rumah bagi masyarakat dapat terjangkau.
Beton Jalan Banten Lama-Tonjong Kasemen Kota Serang Menganga
Penolakan terhadap program Tapera juga disampaika buruh di Kota Cilegon. Mereka secara tegas menolak adanya pemberlakuan Tapera yang diwajibkan kepada para buruh sebesar 2,5 persen.
Menurut buruh, Tapera yang bersifat wajib tersebut akan sangat membebani para buruh. Tah hanya buruh,
para pengusaha sendiri yang membayarkan 0,5 persen juga keberatan dan menolak hal tersebut diberlakukan.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Baja Cilegon Safrudin menjelaskan, pihaknya secara tegas menolak adanya aturan wajib Tapera untuk para buruh.
Antre Uang Baru di Alun-Alun Barat Kota Serang
Hal itu akan menambah potongan gaji para buruh yang sudah dipotong untuk BPJS Ketenagakerjaan,
PPH Gaji dan beberapa potongan lainnya. “Ini akan sangat membebani. Apalagi jika ini sifatnya wajib bagi para buruh,” katanya.
Safrudin menyampaikan, terlebih lagi kewajiban itu dibayarkan oleh para buruh yang sebenarnya sudah memiliki rumah, maka itu tidak adil.
“Kesannya ini sangat dipaksakan. Apalagi jika sudah punya rumah tapi tetap wajib membayar tabungan atau iuran Tapera,” imbuhnya.
Dorong Pengembangan Pasar Karbon, IBC Rekomendasikan 8 Poin ke OJK RI
Belum lagi, papar Safrudin, kondisi status pekerjaan buruh yang tidak menentu atau hanya kontrak maka akan membuat semakin tidak jelas aturan tersebut.
“Misalnya habis ditengah jalan kontraknya, maka bagaimana itu kondisinya.
Tidak semua karyawan ini adalah karyawan tetap. Banyak juga buruh kontrak jadi berpindah dari perusahan satu ke perusahaan lainnya,” jelasnya.
Secara angka, papar Safrudin, jika potongan 2,5 persen dipotong dari UMK yakni Rp4.815.102 maka jumlahnya yakni Rp120.377 per bulan. Jika satu tahun, hanya Rp1.444.530 saja.
“Kalau dikalikan 10 tahun saja baru Rp14 juta. Lantas apakah ini bisa dapat rumah, meski ada skema subsidi dan lainnya. Ini hal yang tidak masuk akal,” tegasnya. (tohir/uri)