Kendaraan Melonjak, Jalan Begitu-Begitu Saja, Kota Serang Jadi Kota Macet

Doni Serang Kota Serang Butuh Penambahan Pembangunan Jalan Baru 1
Kota Serang Butuh Penambahan Pembangunan Jalan Baru : Kepadatan kendaraan terlihat di Jalan Mayor Syafei, Kota Serang, belum lama ini. Bila tidak ada penambahan pembangunan jalan baru, bukan tidak mungkin kendaraan akan mengalami kemacetan yang parah. Doni Kurniawan/Banten Raya

SERANG, BANTEN RAYA – Kota Serang tiap tahun makin macet. Hal itu disebabkan pertumbuhan kendaraan tiap tahun semakin tinggi, sementara lebar dan panjang jalan tidak berubah.

Pernyataan itu disampaikan Kabid Lalu Lintas Dinas Perhubungan atau Dishub Kota Serang Bambang Gartika.

Bambang Gartika membenarkan bahwa kemacetan di Kota Serang tiap tahun pastinya terus bertambah, karena Laju pertumbuhan kendaraan dengan lebar jalan dan panjang jalan berbeda.

“Pertumbuhan kendaraan tiap tahun semakin tinggi, sementara lebar jalan segitu-gitu aja tidak berubah. Otomatis terjadi kemacetan,” ujar Bambang Gartika, kepada Banten Raya, Selasa (22/11/22).

“Tapi kalau untuk besarannya saya kurang hafal, karena tidak punya data juga,” sambung dia.

Banten Raya mendapatkan data pertumbuhan kendaraan di Kota Serang yang terus meningkat setiap tahun. Dibandingkan 2017, jumlah kendaraan tahun 2021 bertambah 53.872 kendaraan dengan rincian sebagai berikut, tahun 2017 309.901 kendaraan, 2018 terdapat 330.252 kendaraan, 2019 350.088 kendaraan, 2020 362.270 kendaraan, dan tahun 2021 363.773 kendaraan.

Bambang Gartika menyebutkan, ada sekitar 17 titik kemacetan di Kota Serang yang terjadi setiap hari. Tujuh belas titik kemacetan itu diantaranya Jalan Bhayangkara tepatnya di depan MTsN 1 Kota Serang, RS Fatimah, Kelurahan Drangong, Kuranji, Kaujon, dan Batok Bali.

“Salah satunya yang paling sering muncul di permukaan Terowongan Trondol, dekat kantor Kelurahan Kaligandu. Banyak keluhan dari masyarakat. Mungkin karena di situ banyak perumahan juga, kendaraannya banyak sementara lebar jalan dan terowongan itu sempit,” terang Bambang Gartika.

Khusus di Terowongan Terondol, kata Bambang Gartika, pihaknya menempatkan personil Dishub Kota Serang 12 jam per hari. Dimulai dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB.

“Jadi ada tiga shiff. Khusus di situ aja. Karena di situ mungkin paling banyak kendaraan. Lebar jalan sempit,” jelasnya.

Bambang Gartika mengatakan, keberadaan Jalan Frontage salah satu solusi untuk mengurai kemacetan yang terjadi di Terowongan Terondol. Hanya saja, hingga kini pemerintah pusat belum memberikan izin untuk kelanjutan penyambungan jalan tersebut.

“Terkendala izin belum turun,” kata dia.

Bambang Gartika mengaku, pihaknya bekerja bersama dengan kepolisian rutin melaksanakan manajemen rekayasa lalulintas, dan memasang perambuan.

“Kita juga bekerjasama dengan kepolisian menurunkan anggota di titik-titik kemacetan di Kota Serang,” ucap dia.

Saat ditanya perihal laju indeks kemacetan di Kota Serang, Bambang Gartika mengaku belum memiliki datanya.

“Saya nggak punya datanya,” akunya.

Bambang Gartika menyebutkan, jumlah personil Dishub Kota Serang dikisaran ratusan anggota.

Jumlah tersebut ditempatkan di setiap titik kemacetan yang tersebar di Kota Serang.

“Personil kita ada 120 anggota. Saya rasa cukup. Rata-rata satu titik tiga sampai empat. Kalau tempatnya macet kaya Terowongan Terondol kita tempatkan empat orang,” sebut Bambang Gartika.

“Jadi bukan hanya titik kemacetan saja tapi pengaturan lalulintas. Itu kita bagi di 17 titik setiap harinya,” terang dia.

Meski sekarang kondisi Kota Serang makin macet, Bambang Gartika mengaku tidak menginginkan Ibukota Provinsi Banten itu menjadi stag.

Saya tidak berharap seperti itu. Walaupun pertumbuhan kendaraan semakin tinggi, kalau misalkan masyarakatnya sadar lalu lintas dan taat aturan mungkin tidak ada kemacetan,” tutur dia.

Saat disinggung apakah bakal terjadi stag dalam beberapa tahun kedepan? “Menurut saya tidak akan. Karena kita melaksanakan pengaturan lalulintas jalan,” akunya.

Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Banten Tri Nurtopo membenarkan bahwa setiap tahun terus terjadi peningkatan indeks kemacetan di wilayah Banten. Hal ini disebabkan karena penambahan kendaraan bermotor semakin banyak setiap tahun sementara penambahan atau pelebaran jalan menunjukkan progres yang lebih lambat. Namun pihak yang mau tidak memiliki data terkait jumlah penambahan kendaraan bermotor karena data itu ada di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Banten.

Pesatnya penambahan kendaraan bermotor yang tidak dibarengi dengan penambahan jalan membuat kemacetan di jalan raya kerap terjadi. Meski demikian, dia mengaku tidak memiliki data tentang titik lokasi kemacetan yang ada di 8 kabupaten kota yang ada di Provinsi Banten.

Yang kerap terjadi kemacetan terjadi di persimpangan jalan baik Simpang tiga maupun Simpang empat. Karena itu penanganan kemacetan harus dilakukan di Simpang Simpang Jalan yang ada di Provinsi Banten.

Tri mengatakan pihaknya sedang merancang anggaran untuk membeli teknologi Intelligent Transportation. System (ITS) yang memungkinkan kendaraan yang menumpuk tidak berlama-lama ketika berada di persimpangan. Dengan alat ini ketika kendaraan sudah mencapai jumlah tertentu maka lampu merah akan langsung berubah menjadi lampu hijau sehingga tidak terjadi penumpukan kendaraan yang parah. “Kalau ada uang kita akan anggarkan di tahun 2024 atau 2025,” katanya.

Solusi lain atas adanya kemacetan yang ada di daerah di Provinsi Banten adalah dengan membuat flyover sehingga tidak ada simpang sebidang lagi yang menciptakan kemacetan. Tri mengatakan pemerintah daerah tentu tidak akan berdiam diri sehingga terjadi stack karena volume kendaraan melebihi dari batas sewajarnya karena itu pemerintah daerah akan terus mencari solusi.

Dinas Perhubungan Provinsi Banten juga sedang merancang pengadaan angkutan massal. Namun masalahnya adalah khusus untuk angkutan massal harus ada insentif sehingga masyarakat mau menggunakan kendaraan massal. Sebab saat ini masyarakat masih senang menggunakan sepeda motor dibandingkan naik kendaraan umum.

“Kamu sedang melakukan kajian termasuk juga kebutuhan untuk memberikan subsidi Bila Nanti kita menerapkan kendaraan massal sebagai transportasi umum,” ujarnya.

Terima mengatakan untuk daerah yang paling macet saat ini yang ada di Provinsi Banten adalah Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang. Penyebabnya kedua daerah itu merupakan daerah yang padat pemukiman dan padat penduduk dan mayoritas warganya bekerja di Jakarta. Ketika warganya berangkat atau pulang bekerja maka terjadi kemacetan yang sangat parah. Sementara kemacetan di Kota Serang menurutnya masih dalam ambang batas biasa. (harir/tohir)

Pos terkait