BANTENRAYA.CO.ID – Liong dan barongsai merupakan kesenian khas warga keturunan Tionghoa di Indonesia, termasuk di Banten.
Antusiasme generasi muda pada kesenian ini yang akan menentukan apakah kesenian ini akan punah atau terus bertahan.
Lingkungan Kebon Sayur di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Serang, Kota Serang, Selasa 28 Januari 2025 siang nampak meriah.
Puluhan warga antusias menyaksikan atraksi liong atau naga yang diiringi musik khas etnis Tionghoa.
Pelaksanaan Pelantikan Budi-Agis, Pemkot Serang Tunggu Arahan Pusat
Liong bakal diarak keliling kampung Kebon Sayur dan meliuk-liuk menuju Vihara Meta yang berada di Lingkungan Kebaharan, Kecamatan Serang.
Choki, salah seorang warga Lingkungan Kebon Sayur atau Mangga Dua RT 3 RW 7, Kelurahan Kota Baru, mengatakan,
pertunjukan liong dan barongsai merupakan tradisi etnis Tionghoa yang ditampilkan saat perayaan Imlek dan Cap Goh Meh.
Terkhusus liong, hanya akan ditampilkan di vihara-vihara saat hari besar.
Naga Liong di Kebon Sayur Kota Serang
“Jadi hanya event-event tertentu seperti perayaan di vihara-vihara, tapi kalau untuk barongsai secara universal,” ujar Chiko, kepada Banten Raya, akhir Januari.
Chiko yang merupakan generasi kedelapan pembuat liong di Kota Serang ini mengatakan, pertunjukan liong berbeda dengan barongsai.
Bila barongsai bisa dimainkan oleh dua orang, maka liong harus melibatkan banyak orang, karena liong memiliki ekor yang panjang. Selain pemain inti, juga ada pemain cadangan.
“Untuk liong berbeda. Dia panjang jadi membutuhkan banyak pemain. Pemain intinya aja sembilan orang, belum termasuk pemain cadangan, kurang lebih semuanya 50 orang,” ujar Chiko.
Sembahyang Mendoakan Leluhur Saat Imlek
Berbeda dengan permainan barongsai, permainan liong kurang lebih sekitar belasan orang.
Barongsai hanya kepala dan buntut ditambah pemain musik lima orang. Jadi untuk pergantian minimal totalnya semua ada delapan orang.
Chiko menjelaskan, pertunjukan liong dan barongsai bisa dilakukan oleh semua kalangan umur dengan syarat sudah memahami cara bermainannya.
Khusus untuk perayaan Imlek dan Cap Go Meh, setiap peserta yang bermain liong maupun barongsai tidak dibayar.
Masjid Agung Cilegon Krisis Keuangan Sejak 2019
Namun jika tampil untuk instansi atau perorangan, tim liong maupun barongsai mendapatkan upah atau uang lelah.
“Sukarela kalau untuk semacam perayaan Imlek, Cap Go Meh, mereka sukarela.
Tapi kalau misalnya ada perorangan yang ngundang kita atraksi itu ada uang lelahnya,” akunya.
Choki menyebutkan, besaran tarif sewa liong maupun barongsai untuk instansi atau perorangan mencapai jutaan rupiah.
Ribuan Honorer Cilegon Dirumahkan
Untuk durasi waktu atraksinya tergantung permintaan penyewa. Khusus untuk perayaan Imlek dan Cap Go Meh bisa tiga sampai empat kali atraksi.
“Satu kali main kurang lebih sekitar 30 menit untuk liong. Barongsai kurang lebih sekitar 15 menit.
Kalau liong pasarannya sekitar Rp5 juta. Kalau untuk barongsai kurang lebih sekitar Rp3 juta sampai Rp3,5 juta,” sebut Choki.
Chiko menjelaskan, atraksi liong dan barongsai bukan sekadar pertunjukan hiburan dalam rangka memeriahkan perayaan Imlek dan Cap Go Meh semata.
Kejati Selidiki BOP Pj Gubernur Al Muktabar
Menurutnya ini juga upaya untuk melestarikan seni budaya leluhur agar tidak punah. “Liong dan barongsai ciri khas budaya etnis Tionghoa,” jelas Chiko.
Dia berharap liong dan barongsai sebagai seni budaya tradisional etnis Tionghoa tidak lengkang oleh waktu.
Karena itu, generasi muda harus peduli dan mau meneruskan apa yang sudah diwariskan oleh para orang tua mereka.
Menurut Chiko, ada perbedaan penggunaan liong dan barongsai. Baringsai lebih universal dan bisa digunakan dalam banyak event, mulai dari khitanan, ulang tahun, acara pembukaan toko, hingga kampanye.
Ribuan Honorer Cilegon Dirumahkan
Sementara liong biasanya lebih banyak digunakan dalam momen keagamaan.
Dia menjelaskan, atraksi liong merupakan permainan kolektivitas, sehingga dibutuhkan kekompakan antar personel agar setiap gerakan seirama.
Bermain liong ibarat gotong royong, satu sama lain harus saling bekerja sama dan saling bahu membahu.
“Dari kepala sampai ekor itu kalau tidak selaras liong bisa berbelit, maka harus sejalan, seirama,” jelas Chiko.
UIN Banten Kampanyekan Islam Rahmatan Lil Alamin, Bangun Indonesia Setara Melalui Toleransi Beragama
Menurut Chiko, antusiasme generasi muda di lingkungannya terhadap permainan liong dan barongsai hingga saat ini masih cukup bagus.
Anak-anak muda masih mau mengikuti kesenian tradisional budaya etnis Tionghoa itu setiap ada kesempatan.
Namun, sifat anak-anak yang cepat bosan, ditambah maraknya game di gadget seperti saat ini menjadi salah satu tantangan bagi para pegiat seni liong dan barongsai di Kota Serang.
“Iya kita arahkan. Kita ajak diskusi baik-baik. Kita kasih pengarahan supaya tradisi ini tidak hilang,” katanya.
PIK Belum Lunasi 18,5 Hektare Lahan Warga
Chiko mengungkapkan, saat ini seniman pembuat liong di Kota Serang memang sudah tiada.
Karena itu sebagai generasi penerus dia tetap semangat untuk melestarikan liong dan barongsai di era digital sekarang ini.
“Yang dari awal itu leluhur saya dari istri saya. Istri punya leluhur, dia yang awal membentuk liong di Kota Serang. Nama leluhur saya Subur.
Turun ke Jampang. Turun mertua saya. Terus turun keponakannya, dan cucu dan cicitnya. Saya mungkin generasi kedelapan. Bisa dibilang saya salah satu penerusnya,” bebernya.
Ramainya Pengunjung Vihara Avalokitesvara Banten Saat Hari Raya Imlek
Chiko mengungkapkan, pertunjukan liong dan barongsai di Kota Serang sempat vakum pada masa Ore Baru ketika Presiden Soeharto berkuasa.
Saat itu, pertunjukan liong maupun barongsai dihentikan karena alasan untuk saling menghormati sesama agama.
Setelah Orde Baru runtuh, terutama ketika Presiden Abdurrahman Wahid berkuasa, pertunjukan liong maupun barongsai kembali diperbolehkan hingga sekarang.
Bahkan, pada masa Abdurrahman Wahid tahun baru Imlek dijadikan sebagai hari libur nasional.
Musrenbang Sindang Jaya Fokus Pembangunan Sekolah
“Dari situ etnis Tionghoa mulai bangkit lagi dan tidak ada pembatasan sampai saat ini, karena sudah dapat dukungan dari pemerintah,” kata Chiko.
Chiko mengatakan, proses pembuatan liong tidak semudah membalikan telapak tangan. Waktu pembuatannya saja butuh sekitar empat sampai lima bulan.
Tiang liong pun harus ganjil dan tidak boleh genap sesuai aturannya. Liong di Kota Serang sendiri biasanya memiliki sembilan tiang.
“Yang penting ganjil. Ada yang bisa pakai lima tiang, ada yang pakai 9 tiang. Tapi kebanyakan pakai sembilan tiang,” terang dia.
Masjid Agung Cilegon Krisis Keuangan Sejak 2019
Adapun bahan-bahan untuk membuat liong adalah bambu, cat, kuas, tali jagung, lem, kain, tiang atau kayu, atau stainless.
Proses membuat liong yang paling sulit adalah saat membuat kepala liong. “Yang bikin rumit itu di kepalanya karena ada sembilan tiang,” katanya.
Chiko menyebutkan, biaya pembuatan liong tak sedikit. Ia memperkirakan mencapai Rp10 juta. Karena biaya membuatnya cukup mahal, biasanya dilakukan iuran bersama warga di lingkungan setiap akan membuat liong.
“Kalau yang sekarang punya orangtua saya, dari leluhur orangtua saya. Karena tadinya sering bikin. Akhirnya teman-teman semua bergerak lagi.
Kabar Pelantikan Minggu Depan, BKPSDM Kota Serang : Hoax
Kita jadiin pelan-pelan. Bikin baru. Karena terbentur biaya kita pelan-pelan. Tapi kalau biayanya sudah ada nggak sampai sekitar empat sampai lima bulan. Biayanya pelan-pelan aja. Bareng-bareng,” katanya.
Chiko mengatakan, liong di Jakarta dan Banten berbeda, karena liong Jakarta menggunakan liong modern, sedangkan liong Banten masih menggunakan liong tradisional.
“Kalau liong yang modern dia lebih kecil. Terus warnanya beraneka ragam. Ada yang merah, emas.
Tapi khusus di Serang sini kenapa saya bilang lebih condong ke tradisional dari leluhurnya itu nggak pernah diubah warna tetap hijau,” kata Chiko.
Jalan Tonjong-Banten Lama Menjamur Bangli Pedagang Jajanan
Ia menjelaskan, liong memiliki lima warna dan setiap warnanya memiliki makna tersendiri. Liong merah, liong hitam, liong putih, liong hijau, dan liong emas.
“Kalau liong hijau bisa dibilang liong kebijaksanaan. Liong merah itu cenderung unsur api. Liong putih itu saya lupa. Jarang dipakai karena tingkatannya lebih tinggi. Liong emas unsur seperti ke rezeki,” terangnya.
Chiko mengaku, liong yang saat ini dipakai untuk atraksi setiap perayaan Imlek maupun Cap Go Meh merupakan hibah dari leluhurnya ke perkumpulan warga. (harir/ tohir)