SERANG, BANTEN RAYA- Daliman, pemilik lahan seluas 2.100 meter persegi yang tanahnya digunakan oleh SMKN 6 Kota Serang, menggugat sekolah tersebut dengan tuntutan agar semua bangunan yang berdiri di atas lahan miliknya dikosongkan bahkan dibongkar. Berdasarkan perkiraan, di atas lahan Daliman berdiri 10 ruang kelas yang digunakan untuk belajar siswa SMKN 6 Kota Serang yang berlokasi di Kelurahan Masjid Priyai, Kecamatan Kasemen.
Suriyansyah Damanik, kuasa hukum Daliman mengatakan, tuntutan agar SMKN 6 Kota Serang mengosongkan bangunan yang berdiri di atas lahan Damanik merupakan tuntutan dalam surat somasi yang dilayangkan untuk sekolah tersebut. Somasi kedua itu dilayangkan karena somasi pertama tidak ditanggapi secara serius oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten. “Tidak ada itikad baik dari dinas pendidikan,” ujar Damanik, Senin (19/9/2022).
Damanik mengungkapkan, kliennya sudah 12 tahun atau sejak tahun 2010 lalu meminta haknya atas lahan yang digunakan oleh SMKN 6 Kota Serang, namun sampai saat ini tidak dipenuhi oleh pemerintah daerah. Bahkan, ketika melayangkan surat somasi pertama pada 26 Juli 2022 dengan meminta kompensasi pembayaran lahan seharga Rp700 ribu per meter, tidak ditanggapi dengan serius.
Kala itu, kata Damanik, pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten hanya mengatakan akan berusaha menganggarkan anggaran pada APBD tahun 2023. Namun, itupun tidak memiliki kepastian apakah benar-benar akan dianggarkan atau tidak. “Karena tidak ada kepastian hukum dari surat somasi pertama, maka saya layangkan surat somasi kedua,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya memutuskan untuk melayangkan somasi kedua pada 15 September 2022 dengan tenggat waktu satu pekan. Damanik mengatakan, saat ini setelah somasi pertama tidak ditanggapi secara serius, kliennya tidak lagi menginginkan adanya penggantian uang dari lahan yang sudah digunakan oleh SMKN 6 Kota Serang. Saat ini, kliennya hanya ingin semua bangunan yang berdiri di atas lahan kliennya itu dikosongkan bahkan dirobohkan.
“Beliau tidak akan lagi menjual tanahnya ke SMKN 6 maupun ke dinas pendidikan karena beliau sudah terdzolimi selama 12 tahun,” tuturnya.
Damanik mengungkapkan, Daliman sudah bertahun-tahun berjuang mendapatkan haknya dengan menggonta-ganti pengacara namun tidak berhasil. Bahkan, Daliman sampai menggadaikan surat tanahnya kepada rentenir untuk bisa membiayai proses hukum agar bisa mendapatkan haknya.
“Sampai terakhir Pak Daliman menggadekan sertifkat tanah ke rentenir untuk biaya dia berjuang dengan lawyer lain,” ujarnya.
Daliman mengungkapkan, kasus kliennya ini terjadi pada tahun 2010 ketika kewenangan SMA/SMK masih menjadi kewenangan Pemerintah Kota Serang. Namun karena sejak tahun 2016 kewenangan SMA/SMK beralih dari kabupaten/kota ke provinsi, maka masalah lahan ini menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Banten.
Anehnya, ketika tahun 2010 itu, kata Damanik, terbit surat pelepasan hak (SPH) yang saat itu ditandatangani oleh Camat Kasemen Syafrudin. Dia meyakini bahwa SPH itu adalah SPH bodong atau palsu. “Saya pastikan ini palsu karena di sini di SPH ini dasar kepemilikannya itu bukan sertifikat (tapi) dasar kepemilikannya tanah girik,” katanya.
Salah satu bukti bahwa SPH itu palsu adalah karena sejak tahun 1993, tanah milik Daliman sudah memiliki sertifikat. Karena itu, ketika ada SPH yang dibuat tahun 2010 dan bukti kepemilikan lahan yang disertakan hanya berupa surat girik, hal ini mengundang kecurigaan adanya permainan.
SPH inilah yang digunakan oleh sekolah sebagai bukti sah untuk membangun kelas di atas lahan milik Daliman saat itu. Dalam SPH itu, ada tanda tangan Daliman di atas materai. Padahal, Daliman mengaku tidak pernah menandatangani SPH tersebut.
Sementara itu, Kepala Bidang SMK pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Arkani saat dihubungi Banten Raya tidak mau menanggapi persoalan gugatan yang dilayangkan kuasa hukum Daliman. Dia mengatakan, urusan itu, karena menyangkut dengan persoalan aset milik daerah, hendaknya ditanyakan kepada Bidang Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Banten. “Ke bidang aset saja,” katanya singkat lewat telepon.
Dihubungi terpisah, Kepala SMKN 6 Kota Serang Ani Risma tidak menanggapi permintaan wawancara yang disamapikan Banten Raya kepadanya melalui telepon. Padahal, telepon yang bersangkutan dalam kondisi aktif. (tohir)