BANTENRAYA.CO.ID – Kuasa hukum PT Newland Steel (NS) mengaku kecewa dengan putusan yang memvonis lepas dari tuntutan hukum (Onslag van Rechtsvervolging-red) terhadap dua Warga Negara Asing (WNA) China Li Shuzen dan Ke Wenxiang oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang, atas kasus dugaan penggelapan mesin las.
Kuasa hukum PT NS Suradi Rahmat dari Kantor Hukum Haposan Hutagalung & Partners mengatakan jika selama persidangan majelis hakim dinilai telah mengaburkan fakta-fakta persidangan, terkesan berpihak, sehingga menguntungkan kedua terdakwa.
“Selaku korban menuntut keadilan, kami merasa itu putusan tidak adil bagi kami, dan kami sangat tidak puas,” katanya kepada awak media Jumat 1 September 2023.
Dia menyebut dalam perjanjian jual beli yg dibuat China itu PT JMI baru bayar sebagian, dan sampai saat ini belum pelunasan, dan ditambah lagi PT JMI menolak dibuat Akta Jual Beli pabrik di hadapan pejabat berwenang di Indonesia (notaris/PPAT) menurut hukum Indonesia.
Baca Juga : Dinyatakan Tak Bersalah, Hakim Bebaskan 2 WNA China Atas Kasus Penggelapan Mesin Las PT Newland Steel
Keduanya justru kabur pulang ke China, sementara PT NS telah siap menandatangani dan minta pelunasan. Maka, PT JMI dianggap membatalkan perjanjian jual beli dan sewa menyewa pabrik di Kawasan Modern Cikande, Kabupaten Serang berakhir.
Atas gugurnya perjanjian itu PT JMI harus keluar dari area pabrik, tidak berhak atas pabrik beserta mesin-mesin di dalamnya.
“Mesin itu dipindahkan, dan dibawa keluar dari area pabrik saat perjanjian sewa menyewa sudah berakhir. Ini artinya apa? Tidak ada dasar lagi keperdataan dalam kasus itu karena perjanjian jual beli sudah batal dan sewa menyewa pabrik sudah berakhir,” sebutnya.
Dia mengungkapkan jika selama dalam proses pelunasan jual beli, terjadi kontrak sewa-menyewa pabrik dengan nilai yang cukup rendah. Dengan harapan terjadi pelunasan pembelian pabrik. Namun hingga 14 September 2022 sewa berakhir, tak kunjung dilunasi.
Baca Juga : Sidang Penyelundupan 319 Kilogram Sabu Oleh 8 WNA Iran Dijaga Barracuda, dan Ratusan Polisi Bersenjata
“Dalam perjanjian itu berakhir tgl 14 September 2022, diatas tanggal itu mereka tidak punya hak berada disana,” ungkapnya.
Meski tidak terjadi pelunasan, dia menerangkan kedua terdakwa dengan sengaja memindahkan mesin las produksi tanpa sepengetahuan PT NS.
“Yang jadi persoalan adalah kenapa tanggal akhir september sampai awal Oktober ada perintah, ada perbuatan mengeluarkan mesin itu dari area pabrik Newland tanpa seizin Newland,” terangnya.
Dia menambahkan, kedua terdakwa beralibi jika mesin tersebut dalam proses perbaikan sehingga dilakukan memindahkan. Padahal faktanya mesin itu dalam kondisi bagus dan sedang digunakan saat akan dipindahkan.
“Bahkan beberapa saksi mengatakan itu dalam produksi (mesin digunakan-red), jika ada kerusakan bisa diperbaiki disitu juga, dan sangat-sangat bisa. Itu sudah berlangsung beberapa tahun. Belum pernah ada kerusakan dibawa keluar dan sparepartnya ada disitu,” tambahnya.
Baca Juga : Kedua Pelaku WNA Melakukan Aksi Gendam Pegawai Toko di Malang, Begini Modusnya
Selain itu, selama 7 bulan di pindahkan, dibawa keluar dari PT NS, label pada mesin tersebut telah hilang. Bahkan seorang saksi menyatakan jika mesin tersebut digunakan untuk produksi dipabrik lain.
“7 bulan lebih baru di taruh disana. Label hilang, jika diperbaiki kenapa label hilang dan berbulan-bulan, dibawa ke PT. PMW, sedangkan PMW bukanlah bengkel. Jelas Newland dirugikan, karena ini bukan dalam rangka diperbaiki. Ada dipabrik orang, 7 bulan di pabrik orang, bahkan dari keterangan saksi si Apung itu sempat produksi ditempat orang,” tandasnya.
Dia menegaskan PT JMI selama melakukan aktivitas dipabrik milik PT NS, tidak memiliki izin dari instansi terkait.
“Kalau jual beli terjadi di China objeknya di Indonesia, dan sampai saat ini belum lunas. Sedangkan kalau jual beli objeknya di Indonesia dan itu benda tetap, maka harus melalui prosedur yang benar dihadapan pejabat yang benar, sehingga terjadi peralihan itupun kalau dilunasi,” tegasnya.
Untuk itu, dia meminta keadilan terhadap kedua terdakwa tersebut agar dihukum sesuai dengan perbuatannya, bukan hanya terbukti keperdataannya.
“Sebagi korban, yang bersalah disitu harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, dan kami melihat ini adalah pidana sesuai dengan dakwaan yang menonjol itu 372 (KUHP) dan 363 KUHP. Oleh karena itu jika dibilang terbukti sebagai perdata kami sangat tidak setuju, karena dalam fakta tidak seperti itu,” tandasnya.
Sebelumnya Majelis Hakim yang diketuai Nelson Angkat menyatakan terdakwa Li Shuzen dan Ke Wenxiang tak terbukti melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana dalam dakwaan tuntutan JPU Kejati Banten.
Dalam amar putusan yang dibacakan hakim, alasan kedua terdakwa tak terbukti bersalah, lantaran perkara tersebut masuk dalam lingkup keperdataan, bukan pidana umum. Perbuatan terdakwa melakukan pelanggaran perdata Pasal 1320 KUH Perdata. ***