Soal Pergantian Sistem Pemilu Hanya Coblos Gambar Partai, SBY: Pergantian Ditengah Jalan Bisa Menimbulkan Chaos Politik

SBY
SBY memberikan tanggapan Denny Indrayana soal putusan MK mengubah sitem pemilu hanya coblos gambar partai. (Twitter @SBYudhoyono)

BANTENRAYA.CO.ID – Mantan Presiden RI yang juga Ketua Umum Demokrat SBY memberikan tanggapan keras sistem pemilu menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai.

Sebab, menurut SBY akan ada kondisi dimana bisa menimbulkan chaos atau kekisruhan politik.

Dimana, kata SBY tidak ada kegentingan dan kedaruratan untuk mengubah sistem.

Bacaan Lainnya

Selanjutnya, jelas SBY mayoritas rakyat akan sulit menerimanya dengan putusan tersebut.

Sebab MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dgn konstitusi.

Terakhir,  penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden dan DPR, bukan di tangan MK.

BACA JUGA: Lindungi Hak Pilih, KPU Cilegon Sisir Pemilih Lewat Aplikasi Online

Dikutip dari Twitter @SBYudhoyono pada Senin 29 Mei 2023, SBY menanggapi serius soal cuitan Denny Indrayana. Dimana hal tersebut akan menjadikan posisi chaos politik.

“Pertanyaan pertama kpd MK, apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai?,”.

“Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “chaos” politik,” ujarnya.

Lalu, kata SBY, domain dan wewenang MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, dan bukan menetapkan UU mana yg paling tepat ~ Sistem Pemilu Tertutup atau Terbuka.

BACA JUGA: KPU Cilegon Langsung Verifikasi Adminitrasi Bacaleg Parpol, Bakal Tegas Lakukan Ini Jika Data Tak Lengkap

“Kalau MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dgn konstitusi sehingga diganti menjadi Tertutup,”

“Mayoritas rakyat akan sulit menerimanya. Ingat, semua lembaga negara termasuk Presiden, DPR dan MK harus sama-sama akuntabel di hadapan rakyat,” jelasnya.

SBY menyampaikan, mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Hal tersebut mestinya didengar Presiden dan DPR.

“Sesungguhnya penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden dan DPR, bukan di tangan MK. Mestinya Presiden & DPR punya suara tentang hal ini,” jelasnya.

SBY menyampaikan, apa yang disampaikan Denny tersebut membuatnya tergerak memberikan tanggapan. Terlebih Denny adalah mantan Wakil Menkumham yang kredibel.

BACA JUGA: Ini Data Rincian Lengkap Daftar Pemilih Hasil Perbaikan Per Kecamatan yang Ditetapkan KPU Cilegon, Cek Nama Kamu Lewat Link Online Ini

“Saya tergerak berikan tanggapan ttg sistem pemilu yg akan diputus MK dan PK Moeldoko di MA yang ramai diisukan Partai Demokrat bakal dikalahkan dan diambil alih oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko,” pungkasnya.

Sebelumnya, Denny secara tegas menyampaikan hal tersebut jika sistem Pemilu akan memilih tanda partai saja.

“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” katanya.

Dalam putusannya nanti, ujar Denny, mayoritas hakim MK akan memilih proporsional tertutup sebanyak 6 hakim dan sisanya 3 hakim memutuskan dissenting.

“Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” tegasnya.

BACA JUGA: Lindungi Hak Pilih, KPU Cilegon Sisir Pemilih Lewat Aplikasi Online

Hal yang paling membuat heboh lagi adalah, adanya Peninjauan Kembali (PK) dari Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan yang akan ditukar gulingkan dengan kasus korupsi.

“PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat,  diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA,” cuitnya.

Jika hal tersebut terjadi, ucap Denny, maka besar kemungkinan hampir pasti pencapresan Anies Baswedan gaga.

“Jika Demokrat berhasil “dicopet”, istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal,” terangnya.

Dalam cuitannya, Denny juga menegaskan jika informasi tersebut didapatkan dari orang yang punya kredibilitas. Namun, bukan dari internal Hakim MK.

“Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi,” jelasnya. ***

Pos terkait