BANTENRAYA.CO.ID– Industri kimia di Kota Cilegon ternyata menyimpan bahaya tersendiri.
Dimana menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cilegon, ada 800 ribu ton kimia yang ditimbun di industri yang ada di Kota Cilegon.
Termasuk juga 450 peralatan radio aktif dan pipa interkoneksi untuk B3 (bahan beracun dan berbahaya).
Kepala BPBD Kota Cilegon Suhendi menjelaskan, ada beberapa karakteristik bencana di Kota Cilegon, yakni bencana alam, non alam, dan sosial.
Kuasai Panggung Debat Perdana, Andika-Nanang Dinilai Ungguli Lawan
Untuk non alam ada kegagalan teknologi yang cukup tinggi. Hal itu karena banyaknya industri yang ada di Kota Cilegon.
“Ada 800 ribu ton bahan B3 di lokasi timbunan (pabrik petrokimia) itu berpotensi jika ada banjir, gempa bumi dan kebakaran (timbul bencana).
Kemudian, 450 peralatan radio aktif dan terkoneksi (pipa kimia) dan itu B3,” katanya Suhendi saat menjadi narasumber penguatan dan pengelolaan forum risiko bencana, Senin (11 November 2024).
Disisi lain, papar Suhendi, ada potensi bahaya saat peralihan muatan kimia B3.
Dana Bergulir Jadi Cara Ratu-Badri Kembangkan UMKM
Misalnya, tabrakan, kecelakaan, terbakar dan lainnya saat dipindahkan. “Bongkar muat B3, ada insiden tranformasi B3 tabrakan dan lainnya,” ujarnya.
Jika terjadi bencana kegagalan teknologi, papar Suhendi, ratusan miliar kerugian akan ditanggung.
Hal itu belum mengukur kerugian masyarakat. “Bisa Rp331 miliar untuk kerugian fisik. Itu belum kerugian yang dialami masyarakat,” tegasnya.
Untuk interkoneksi pipa B3, imbuh Suhendi, ada di sepanjang jalan dari Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang sampai Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon.
Bank Banten Janji Beri Pelayanan Prima
“Ada beberapa yang dilintasi (pipa B3). Itu melintas di beberapa kelurahan. Ada sosialisasi secara rutin yang sudah dilakukan,” tegasnya.
Suhendi menjelaskan, untuk bencana alam ada tsunami yang diakibatkan dari gempa yang ada di Selat Sunda.
“Ada 6 kecamatan yang rawan saat tsunami. Seperti Pulomerak, Grogol, Citangkil, dan Ciwandan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Sistem Dasar dan Informasi Bencana pada BPBD Kota Cilegon Ade Rahmat Setiana menjelaskan, membenarkan adanya data 800 ratus ribu ton kimia di Kota Cilegon.
Hal ini tentu saja membutuhkan perhatian khusus. Terutama jika ada kegagalan teknologi atau insiden.
“Kegagalan teknologi ini menjadi paling rawan bencana non alam. Artinya perlu keseriusan dalam melakukan penanganan nantinya,” ujarnya.
Ade menjelaskan, untuk bencana alam paling tinggi terjadi yakni banjir di angka 60 persen. Sisanya terbesar berikutnya yakni puting beliung 12 persen, gempa 4 persen, kekeringan 4 persen, lonsor 4 persen dan lain lain sisanya.
“Tertinggi itu adalah banjir dan berikutnya puting beliung dengan pohon tumbang,” jelasnya. (uri)