BANTENRAYA.CO.ID – Keluarga korban mutilasi meminta pelaku dihukum mati. Sebab, setelah melakukan pembunuhan dan mutilasi korban, pelaku sempat berpura-pura ikut melakukan pencarian korban.
Padahal dirinya lah yang melakukan hal keji terhadap korban.
Diketahui, jenazah Siti Amalia ditemukan dalam kondisi mengenaskan tanpa kepala, tangan dan kaki di Kampung Ciberuk, Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Serang pada Jumat (18 April 2025).
Siti dihabisi secara sadis oleh kekasihnya bernama Mulyana yang tidak mau bertanggungjawab atas kehamilan korban, pada Minggu (13 April 2025).
Pemkot Serang dan PT KAI Mou Pembangunan KRL Hingga Stasiun Serang
Orang tua korban, Mastura, merasa sangat terpukul saat menerima kabar putrinya meninggal dengan keadaan tubuh yang terpisah.
“Ya namanya orang tua pasti sangat terpukul banget, cuma gimana anak saya sudah kembali. Kita juga sempat syok dan merasa capek karena terus terusan mencari tapi tidak ketemu-ketemu,” ujarnya saat ditemui di kediamannya di Desa Rancasanggal, Kecamatan Cinangka, Selasa (22 April 2025).
Ia menjelaskan, keluarga terakhir kali melihat putrinya pada Minggu (13 April 2025) sore. Saat itu putrinya pergi bersama pelaku yang sekaligus diketahui sebagai kekasihnya.
“Setalah satu hari enggak ada kabar, kita berusaha mencari ke rumah pelaku di Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari. Cuma pada waktu ketemu si pelaku, dia bilangnya akan berusaha mencari sampai ketemu, padahal dia juga yang membunuhnya,” katanya.
Mastari berharap pelaku bisa dihukum seberat-beratnya dan setimpal dengan apa yang ia perbuat, karena apa yang dilakukan pelaku sangat keji dan tidak manusiawi.
“Kita pengennya pelaku dihukum seberat-beratnya, kalau dia telah membunuh anak saya berarti dia juga harus dihukum mati. Pelaku bilangnya anak saya lagi hamil, padahal sebenarnya tidak, anak saya juga jarang keluar bareng dia,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, dalam kesehariannya sang korban diketahui jarang pergi jauh dan sering kali membantu neneknya untuk membersihkan telur yang akan dijual.
“Neneknya kan punya usaha telur, dia sering diminta bantu untuk membersihkan telurnya. Walaupun keluar rumah juga enggak lama paling pergi untuk beli seblak, dan pelaku sebenarnya sangat jarang datang ke rumah saya,” paparnya.
Selain itu, dirinya juga sempat merasa curiga terhadap pelaku, sehingga ia meminta bantuan saudaranya untuk datang ke Gunungsari.
“Sebenarnya dari hari Jumat kita sudah punya firasat yang menyembunyikan anak saya itu si Iyan (pelaku), makannya saudara saya datang ke Gunungsari, tiba-tiba ditemukanlah anak saya dengan kondisi tubuh yang terpisah,” jelasnya.
Mastari mengatakan, setelah putrinya diketahui telah tiada, banyak warga yang mendatangi rumahnya untuk berbela sungkawa atas kepergian korban.
“Alhamdulillah, sejak hari Jumat malam sampai hari ini, warga selalu memberikan bantuan, makannya saya selalu berdoa semoga anak saya diterima amal ibadahnya di sisi Allah SWT,” paparnya.
Zakiyah Najib Sapu Bersih Suara di Semua Kecamatan
Terpisah, Warga Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari Iip Sujatna mengaku tidak percaya atas apa yang dilakukan oleh pelaku yang tega membunuh dan memutilasi pelaku.
“Saya juga enggak habis fikir. Yang saya tahu dia itu orangnya pendiam dan tidak banyak tingkah. Saya kaget saat ada pemberitaan dia tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi, dan lokasi ditemukannya mayat itu dekat dengan kebun milik saya,” katanya.
FAKTOR EMOSI
Pengurus Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Provinsi Banten turut menangapi kasus pembunuhan dan mutilasi yang terjadi di Kampung Ciberuk, Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Serang beberapa waktu lalu.
Psikolog Lia Rahmania mengatakan, ada berbagai faktor yang bisa mendorong seseorang melakukan mutilasi. Seperti yang dilakukan Mulyana (22) terhadap pacarnya Siti Amelia (19) warga Kampung Cikurai Desa Rancasanggal, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang.
Bocah Sekolah Dasar Kenakan Kebaya Dalam Rangka Hari Kartini
“Kekerasan yang hingga menyebabkan kematian itu bisa banyak faktor penyebabnya,” katanya.
Lia menyebut Mulyana terdorong untuk menghabisi korban, karena terdorong emosi karena dimintai pertanggungjawaban atas kehamilan korban.
Sehingga timbul niatan melakukan kejahatan hingga menghilangkan nyawa korban
“Jadi ada efek emosi di situ, emosi yang kemudian menyebabkan si pacar tidak menggunakam logika lagi, tidak menggunakan rasional lagi sehingga terjadilah kekerasan yang menyebabkan sampai pada konteks kematian,” ujarnya.
Bocah Sekolah Dasar Kenakan Kebaya Dalam Rangka Hari Kartini
Selain itu, Lia menambahkan, kurangnya pendidikan yang tidak teredukasi, sehingga mereka tidak dibiasakan untuk berpikir panjang. Hal itu juga bisa memicu kemarahan pelaku yang tak terkendali.
“Mereka tidak dibiasakan untuk berpikir panjang. Kalau seseorang yang well educated itu dipaksa, didorong sejak awal untuk berpikir panjang.
Apa efek dan dampaknya terhadap apa yang dilakukan,” tambahnya.
Ada juga, akibat faktor budaya. Dimana seorang laki-laki mendominasi dan memiliki kekuasaan lebih besar dibandingkan perempuan.Ketika perempuan melawan, maka egonya timbul.
Bocah Sekolah Dasar Kenakan Kebaya Dalam Rangka Hari Kartini
“Perempuan itu sub ordinat, lemah sehingga harusnya patuh pada laki laki sehingga ketika ada perempuan yang berusaha untuk pro aktif, laki-laki tidak terima karena berpadangan posisi perempuan lemah,” ungkapnya.
Lia menduga, kasus pembunuhan yang terjadi di Gunungsari telah terencana secara baik. Bahkan Mulyana sebagai tersangka juga berusaha menghilangkan barang bukti.
“Sudah jelas dia membuat suatu perencanaan ya, seperti karena ada proses bagaimana usaha yang dia lakukan untuk menghilangkan jejak.
Terus di awal cerita tadi yang bersangkutan merencanakan suatu perjalanan sehingga hanya dia dan korban situasinya jauh dari akses untuk mendapat pertolongan,” terangnya.
Bank Banten Bantah Batalkan KUB dengan Bank Jatim
Namun, Lia menjelaskan untuk peristiwa mutilasi yang dilakukan Mulyana diduga dilakukan secara spontan. Sebab, saat melakukan pembunuhan tersangka tidak membawa senjata tajam.
“Bicara tentang mutilasi bisa jadi itu munculnya di tengah jalan, karena dia harus pulang dulu mengambil alat, baru melakukannya,” jelasnya. (andika/darjat)